Selamat datang di blok pertanian semoga bermanfaat buat petani...

Salam Pertanian
Petani Sejahtera Bangsa Berjaya

Senin, 03 Januari 2011

Tentang Cabai

Cabai merupakan tanaman tahunan yang tegak dengan batang berkayu, banyak cabang, serta ukuran yang mencapai tinggi 120 cm dan lebar tajuk tanaman hingga 90 cm. Umumnya, daun cabai berwarna hijau muda sampai hijau gelap, tergantung varietasnya. Daun cabai ditopang oleh tangkai daun mempunyai tulang menyirip. Daun cabai berbentuk bulat telur, lonjong, atau pun oval dengan ujung yang meruncing, tergantung spesies dan varietasnya (Agromedia, 2008).
Cabai merah (Capsicum annum L.) di Indonesia merupakan komoditas
sayuran yang penting dilihat dari kebutuhan maupun jumlahnya. Salah satu hama
penting tanaman cabai adalah Thrips tabaci L. menyerang daun dan buah, selain
itu juga sebagai vektor penyakit virus yang dapat menyebabkan daun kriting dan
tanaman cabai kerdil, pada tingkat serangan yang berat dapat menyebabkan kehilangan hasil yang mencapai 30–40%. Pengendalian hama cabai di Indonesia masih mengandalkan insektisida sintetik, penggunaan insektisida yang kurang bijaksana akan dapat menimbulkan dampak negatif seperti terjadinya resurgensi hama, resistensi hama, matinya musuh alami, polusi lingkungan, dan merugikan kesehatan manusia (Mujiono, 2008).
Secara umum cabai merah dapat di tanam di lahan basah (sawah) dan lahan kering (tegalan) dan dapat dibudidayakan di saat musim hujan dan kering. Cabai merah dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang mempunyai ketinggian sampai 900 m dari permukaan laut, tanah kaya akan bahan organik dengan pH 6 - 7, tektur tanah remah (Anonim, 2008a).
Penanaman famili Solanaceae secara umum sangat dibatasi tumbuh dan produksinya oleh berbagai macam hama dan penyakit. Terutama di Indonesia yang memiliki iklim ideal bagi beragam hama dan penyakit tanaman serta sistem cocok-tanamnya di lahan terbuka. Beragam hama dan penyakit itulah yang menyebabkan tingginya proses produksi ( pengendalian hama penyakit ) dan bahkan produksi bisa menurun (Firdaus, 2008).
Tahap awal budidaya cabai adalah membuat persemaian guna menyiapkan bibit tanaman yang sehat, kuat dan seragam sebagai bahan tanam di lapangan. Media semai yang dipergunakan hendaknya mempunyai struktur yang remah, tidak menahan air dan cukup nutrisi. Bahan yang dapat digunakan adalah campuran kompos, tanah, dan pasir dengan perbandingan 1 : 1 : 1 (Satriana, 2008).
Pada praktek budidaya tanaman cabai, tahap persemaian dilakukan dengan tujuan untuk mempersiapkan bibit tanaman cabai yang sehat, kuat, dan seragam sebagai bahan tanam yang akan dipindah ke lapang. Tanaman cabai yang benihnya disemai dahulu dalam bangunan persemaian, akan mempunyai daya hidup yang lebih besar, perawatan lebih mudah, dan resiko kematian yang lebih kecil apabila dibandingkan dengan benih yang ditanam langsung di lapang. Selain itu lingkungan tumbuh dalam bangunan persemaian yang lebih terkontrol dapat mendukung perkecambahan dan pertumbuhan bibit tanaman yang lebih baik (Susila, 2008).
Keberhasilan usaha produksi cabai merah sangat ditentukan oleh teknis budidaya di lapangan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dengan baik dalam pelaksanaan budidaya tanaman cabai merah, adalah sebagai berikut: Pemakaian cabai merah yang unggul yang tidak terkontaminasi virus, ketersediaan air yang cukup sepanjang periode tanam, pola tanam yang baik dan sesuai dengn iklim, pengolahan tanah yang disesuaikan dengan kemiringan dan arah lereng, pemberantasan hama dan penyakit tanaman cabai dilaksanakan secara teratur sesuai dengan kondisi serangan hama dan penyakit, cara panen serta penanganan pasca panen cabai merah yang baik dan benar (Anonim, 2008b).
Curah hujan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan produksi buah cabai. Rata-rata semua varietas cabai tidak tahan dengan curah hujan yang tinggi. Curah hujan yang ideal untuk bertanam cabai adalah 1.000 mm/tahun. Curah hujan yang rendah menyebabkan tanaman kekeringan dan membutuhkan air untuk penyiraman. Sebaliknya, curah hujan yang tinggi bisa merusak tanaman cabai serta membuat lahan penanaman becek dan kelembapannya tinggi. Pemilihan musim tanam yang tepat bisa menghindarkan kerusakan tanaman karena curah hujan yang tinggi (Setiadi, 1993).
Hama yang sering menyerang tanaman cabai adalah : Ulat tanah atau Agrotis ipsilon, thrips, ulat grayak atau Spodoptera litura, lalat buah atau Dacus verugenius , aphids hijau /kutu daun, tungau / mite, nematode puru akar. Dengan gejala serangan sebagai berikut:
• Ulat tanah dengan nama latin Agrotis ipsilon, biasa menyerang tanaman cabai yang baru pindah tanam, yaitu dengan cara memotong batang utama tanaman hingga roboh bahkan bisa sampai putus.
• Ulat grayak pada tanaman cabai biasa menyerang daun, buah dan tanaman yang masih kecil.
• Lalat buah gejala awalnya adalah buah berlubang kecil, kulit buah menguning dan kalau dibelah biji cabe berwarna coklat kehitaman dan pada akhirnya buah rontok.
• Hama Tungau atau mite menyerang tanaman cabai hingga daun berwarna kemerahan, menggulung ke atas, menebal akhirnya rontok. Tanaman yang terserang hama thrips, bunga akan mengering dan rontok. Sedangkan apabila menyerang bagian daun pada daun terdapat bercak keperakan dan menggulung. Jika daun terserang aphids, daun akan menggulung kedalam, keriting, menguning dan rontok.
• Nematoda merupakan organisme pengganggu tanaman yang menyerang daerah perakaran tanaman cabai. Jika tanaman terserang maka transportasi bahan makanan terhambat dan pertumbuhan tanaman terganggu. Selain itu kerusakan akibat nematode dapat memudahkan bakteri masuk dan mengakibatkan layu bakteri
(Anonim, 2008b).
Hama trips biasa terjadi saat musim kemarau, di mana hama tersebut menyerang bagian daun sehingga mengeriting dan berwarna kuning. Pengaruhnya terjadi atas produktivitas tanaman cabai, sehingga produksinya menurun mencapai 70 persen ( Plantus, 2007).
Guna mengatasi masalah hama lalat buah pada tanaman cabai organik maupun non organik perlu tersedia sarana pengendalian yang ramah lingkungan dan efektif, antara lain penggunaan attraktant nabati metil eugenol yang dihasilkan oleh tanaman selasih Ocimum sanctum. Attractant ini dapat mengacaukan perilaku kawin lalat buah dan merupakan suatu alternatif yang perlu dikaji efektivitasnya di lapangan. (Pasaribu, et al, 2007).
Djamin (1985) menyatakan bahwa pemakaian insektisida yang terus menerus akan mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan, manusia, hewan ternak maupun musuh alami hama dan serangga yang berguna lainnya. Disamping itu dapat juga menimbulkan resistensi hama serangga, resurgensi hama, eksplosi hama kedua sehingga kerusakan terhadap tanaman akan semakin meningkat.
Penggunaan pupuk kandang yang telah matang juga dapat mencegah penularan hama dan penyakit yang terbawa tanah (soil borne diseases). Dengan menggunakan pupuk kandang yang telah matang, tanaman cabai dapat terhindar dari serangan penyakit busuk leher batang dan layu fusarium, serta hama uret yang biasa terbawa pupuk kandang yang belum matang. Diduga telur dan larva mati pada saat pematangan pupuk kandang (Martini dan Hendrata, 2008).
PHT secara konsep adalah suatu cara pendekatan atau cara berfikir tentang pengen¬dalian hama dan penyakit tumbuhan yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan.Sasaran PHT adalah : 1) produktivitas pertanian yang mantap dan tinggi, 2) penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat, 3) populasi hama dan patogen tumbuhan dan kerusakan tanaman karena serangannya tetap berada pa¬da aras yang secara ekonomis tidak merugikan, dan 4) pengurangan risiko pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida. Dalam PHT, penggunaan pestisida masih diperbolehkan, tetapi aplikasinya menjadi alternatif terakhir bila cara-cara pengendalian lainnya tidak mampu mengatasi wabah hama atau penyakit. Pestisida yang dipilihpun harus yang efektif dan telah diizinkan (Abad, 2005).
PHT seharusnya dapat diterapkan dalam luasan tertentu. Namun dalam implementasinya masih terkendala oleh faktor teknis, ekonomis, dan sosiologis. Secara teknis ambang kendali suatu hama masih sulit untuk diterapkan, baik yang didasarkan pada populasi hama maupun kerusakan tanaman (Setiawati, 2006).
Semakin tua umur tanaman cabai, tajuk makin merapat. Kondisi ini sesuai bagi hama untuk berkembang biak karena terhindar dari panas matahari langsung, kelembapan tinggi, suhu tidak terlalu panas, dan makanan tersedia. Oleh karena itu, hama yang menyerang tanaman cabai juga makin beragam. Pada umur 2-6 mst hanya ditemukan dua jenis hama, 8 mst tiga jenis hama, 10 mst tujuh jenis hama, dan pada umur 12-15 mst terdapat sembilan jenis hama (Martini dan Hendrata, 2008).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang membuat petani untuk menggunkan pestisida untuk mengendalikan hama.