Selamat datang di blok pertanian semoga bermanfaat buat petani...

Salam Pertanian
Petani Sejahtera Bangsa Berjaya

Senin, 03 Januari 2011

VERTIKULTUR

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Bercocok tanam secara vertikultur sedikit berbeda dengan bercocok tanam di kebun atau di ladang. Vertikultur diartikan sebagai teknik budidaya tanaman secara vertikal sehingga penanamannya dilakukan dengan menggunakan sistem bertingkat dan tidak membutuhkan lahan yang banyak.
Sistem vertikultur memiliki beberapa kelebihan dibandingkan sistem budidaya biasa. Kelebihan-kelebihan tersebut antara lain kualitas produk lebih baik dan lebih bersih; kuantitas produksi lebih tinggi dan kontinuitas produk terjaga; efisiensi lahan, pupuk, air, benih dan tenaga kerja; menjadi lahan bisnis, baik langsung ataupun tidak langsung; mempercantik halaman dan berfungsi sebagai paur-paru kota dan sebagainya (harmanto, 2000).
Saat ini kebutuhan akan lahan pertanian semakin sempit terutama di kota-kota besar. Sedangkan jumlah penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun membuat kebutuhkan akan pangan semakin meningkat. Terdorong oleh keadaan yang demikian, maka banyak orang melakukan budidaya tanaman dengan sistem vertikultur.
Praktikum ini dilakukan agar mahasiswa dapat meningkatkan ketrampilan dalam bidang pertanian terutama vertikultur. Diharapkan mahasiswa mampu menerapkan vertikultur sebagai hasil dari pembelajaran mata kuliah teknih hidroponik ini.
Dalam sistem vertikultur, jenis komoditas dan bentuk bangunan sangat penting untuk dipertimbangkan mengingat morfologi dan letak tanaman nantinya akan ditempatkan. Model bangunan tersebut harus sesuai dengan komoditas tanaman yang dibudidayakan karena penempatan tanaman yang salah pada bangunan vertikultur akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman tersebut. Oleh karena itu, model bangunan dan penempatan tanaman harus dibuat sedemikian rupa agar mendukung pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan.
2. Tujuan
Mahasiswa mampu dan terampil dalam membudidayakan tanaman secara vertikultur.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Kesuburan tanah dapat ditingkatkan melalui tindakan pemupukan. Untuk memperoleh hasil yang tinggi dan tetap memperhatikan kaidah konservasi dalam penggunaan pupuk perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu pemberian pupuk dengan jenis dan jumlah yang benar, pemilihan sumber pupuk yang benar untuk memasok hara yang diperlukan dan pemberian pada saat dan cara yang tepat. Pemberian pupuk organik berarti menambah kandungan bahan organik sehingga pengaruhnya terhadap sifat fisik, kimia, dan hayati media juga meningkat. Sumber bahan organik yang saat ini cukup potensial dijadikan sebagai pupuk organik adalah limbah ternak (pupuk kandang) (Agustono et al., 2005).
Kata vertikultur diambil dari bahasa Inggris, verticulture yang merupakan penggabungan dua kata, vertical dan culture. Pengertiannya adalah suatu cara pertanian yang dilakukan dengan sistem bertingkat. Mengolah tanah dalam sistem ini tidak jauh berbeda dengan menanam pohon seperti di sebuah kebun atau sawah. Namun ada kelebihan yang diperoleh, yaitu dengan lahan yang minimal mampu menghasilkan hasil yang maksimal (Anonim, 2010).
Ketersediaan unsur hara yang cukup memungkinkan proses fotosintesa optimum dan asimilat yang dihasilkan dapat digunakan sebagai cadangan makanan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena cadangan makanan di dalam jaringan lebih banyak akan memungkinkan terbentuknya daun banyak pula (Pramono, 2002).
Salah satu hal yang perlu diperhatikan bahwa unsur mikro diperlukan dalam jumlah yang sedikit sesuai kebutuhannya. Oleh karena itu penggunaan pupuk perlu mempertimbangkan patokan-patokannya sehingga dapat digunakan oleh tanaman secara efisien. Salah satu sifat umum unsur mikro adalah penyerapannya harus sesuai dengan kebutuhan dan apabila berlebihan dapat merusak perkembangan tanaman (Sutapradja, 1996).
Kekurangan sistem vertikultur antara lain rawan terhadap serangan jamur, sehingga pemantauan kondisi pertanaman harus sering dilakukan. Populasi tanaman yang tinggi menyebabkan kelembaban udara tinggi, sehingga memungkinkan serangan penyakit mudah menyebar. Penyiraman harus dilakukan secara kontinyu meskipun hujan, terutama bila tanaman ditanam pada sistem bangunan beratap (Haryanto et al., 1995).
C. METODE PRAKTIKUM
1. Waktu Pelaksanaan Praktikum
Pada Praktikum hidroponik system DFT dilaksanakan pada tanggal 17 November 2010 di Rumah Kaca B Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Alat dan Bahan
1. Bangunan Vertikultur
2. Media Tanam
3. Nutrisi
4. Bibit Tanaman
3. Cara Kerja
(Untuk 3 kelompok perkelas).
1. Mempersiapkan bangunan vertikultur
2. Mengisi kolom dengan media
3. Mempersiapkan nutrisi
4. Menanam bibit
5. Memelihara
6. Pengamatan pertumbuhan.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Pengamatan
Tabel 2.3 Vertikultur Tanaman Sawi
Tanggal Sampel Tinggi Banyak Daun
24/11. 10 1a 5 2
1b 5 2
2a 3,8 2
2b 5,7 2
3a 4,4 2
3b 7,6 2
4a 6 2
4b 4,8 2
5a 6,5 2
5b 5,1 2
6a 6 2
6b 5,7 2
7a 5,3 2
7b 4,9 2
8a 4,6 2
8b 5,9 2
9a 4,0 2
9b 6,1 2
10a 5,3 2
10b 0,6 2
Sumber : Laporan Sementara












Tabel 2.4 Vertikultur Tanaman Kangkung
Tanggal Sampel Tinggi
24/11. 10 1 0,5
2 8
3 10
4 6,5
5 3,2
6 6,6
7 1,4
8 1,3
9 3,4
10 2,4
11 9,6
12 0,6
13 6,8
14 6,2
15 6,8
Sumber : Laporan Sementara

Tabel 2.5 Vertikultur Tanaman Kangkung
Tanggal Sampel Tinggi Banyak Daun Muncul Tunas
1/12. 10 1 1,6 3 V
2 Mati 0 -
3 5,3 4 V
4 Mati 0 -
5 3,3 3 V
6 5,7 4 V
7 2 0 V
8 5 4 V
9 3,5 5 V
10 5,5 3 V
11 9,9 5 V
12 Mati 0 -
13 6,4 4 V
14 10,6 5 V
15 9,5 4 V
Sumber : Laporan Sementara





Tabel 2.6 Vertikultur Tanaman Sawi
Tanggal Sampel Tinggi Banyak Daun
1/12. 10 1a 6,8 4
1b Mati 4
2a 3,3 4
2b 4 4
3a 4,5 4
3b 2,5 3
4a - 3
4b 4,2 3
5a 3,7 4
5b 6 4
6a 5,9 4
6b 4,7 4
7a 3,4 3
7b 3,4 3
8a 3,8 4
8b 4,3 3
9a 4 5
9b Mati 5
10a 6,1 5
10b 5 4
Sumber : Laporan Sementara

Tabel 2.7 Vertikultur Tanaman Kangkung
Tanggal Sampel Tinggi Banyak Daun
8/12. 10 1 4,8 6
2 Mati 0
3 6,2 5
4 Mati 0
5 2 2
6 8 4
7 2 0
8 10,7 6
9 9,5 5
10 8,7 5
11 12,5 4
12 Mati 0
13 Mati -
14 20,5 5
15 17,8 7
Sumber : Laporan Sementara



Tabel 2.8 Vertikultur Tanaman Sawi
Tanggal Sampel Tinggi Banyak Daun
1/12. 10 1a 6 4
1b 3,3 5
2a 4 3
2b 3,5 3
3a 3,2 5
3b 2 4
4a 5 4
4b 5 4
5a 6,5 5
5b 3 4
6a 5,5 5
6b 2,5 4
7a 4 3
7b 4,1 4
8a 4 4
8b 4,2 3
9a 1,5 4
9b 4,7 4
10a 3,5 5
10b 4 4
Sumber : Laporan Sementara
2. Pembahasan
Vertikultur diambil dari istilah verticulture dalam bahasa Inggris. Istilah ini berasal dari dua kata, yaitu vertical dan culture. Di bidang pertanian, pengertian vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Suatu teknik atau cara budidaya tanaman semusim (khusunya sayuran) pada lahan terbatas yang diatur secara bersusun menggunakan bangunan/tempat khusus atau model wadah tertentu dengan menerapkan paket teknologi maju, serta komoditas yang diusahakan bernilai ekonomi tinggi. Dalam pelaksanaannya praktikum ini untuk pengairan dan pemberian nutrisi diberikan dalam bentuk pengairan tetes. Hal ini dimaksudkan untuk efisiensi waktu, dan untuk deras tidak aliran dapat diatur sehingga dapat diperhitungkan kapan waktu untuk mengisinya kembali.
Vertikultur merupakan salah satu cara budidaya yang efektif untuk dilaksanakan di daerah yang tidak memiliki lahan luas, seperti di perkotaan. Budidaya secara vertikultur tanaman ditanam pada wadah yang disusun secara bertingkat sehingga pada lahan yang sempit dapat memperoleh hasil yang cukup banyak. Budidaya secara vertikultur juga menghematan penggunaan pupuk dan air.
Pada hasil pengamatan vertkultur tanaman kangkung dan sawi. Pada pengamatan pertama pertumbuhan sangat baik. Tetapi pada pengamatan minggu ke-3 ada 3 sampel mati hal ini dikarenakan nutrisi yang beredar kandungan nutrisinya sudah semakin rendahh sehingga banyak tanaman yang akhirya mati. Pada minggu ke 3 sudah muncul tunas tetapi ada sebagian yang belum muncul pada tanaman kangkung. Pada tanaman sawi pertumbuhan juga baik dari hari kehari mengalami pertambahan tinggi dan jumlah daun.
E. Kesimpulan dan saran
1. Kesimpulan
a. Vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Suatu teknik atau cara budidaya tanaman semusim (khusunya sayuran) pada lahan terbatas yang diatur secara bersusun menggunakan bangunan/tempat khusus atau model wadah tertentu dengan menerapkan paket teknologi maju, serta komoditas yang diusahakan bernilai ekonomi tinggi
b. Vertikultur merupakan salah satu cara budidaya yang efektif untuk dilaksanakan di daerah yang tidak memiliki lahan luas, seperti di perkotaan.
c. Pada hasil pengamatan vertkultur tanaman kangkung dan sawi. Pada pengamatan pertama pertumbuhan sangat baik. Tetapi pada pengamatan minggu ke-3 ada 3 sampel mati hal ini dikarenakan nutrisi yang beredar kandungan nutrisinya sudah semakin rendahh sehingga banyak tanaman yang akhirya mati.
2. Saran
Sebaiknya mahasiswa di libatkan dalam membuat rancang bangun dan cara membuat aliran nutrisi. Jangan cuma menanam.


DAFTAR PUSTAKA

Agustono, Rohadi, dan Hendrawan. 2005. Pertumbuhan dan Hasil Cabai Merah (Capsicum annum) pada Beberapa Jenis Pupuk Organik dan Anorganik. J. Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” 9 (1) April 2005.
Anonim. 20010. OPINI: Solusi Bertanam di Ruang Sempit dan Padat. http://www.studiolanskap.or.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=22. Diakses pada 2 Januari 2009
Haryanto, E., T. Suhartini, E. Rahayu, dan H. Sunarjono. 1995. Sawi dan Selada. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pramono, H. 2002. Pemupukan Casting Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) di Tanah Regosol. Jurnal Panel Agronomika 2 (1): 51 – 62.
Sutapradja, H. 1996. Kaitan Antara Pemberian Cu dan dosis K, Mg, Serta Ca Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah. Jurnal Hortikultura 5 (5): 39–44.

UJI BERBAGAI JENIS SUBSTRAT TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ada dua macam sistem hidroponik. Pertama, hidroponik dengan mempergunakan media non tanah seperti; pasir, arang sekam, zeolit, rockwoll, gambut, sabut kelapa, dan lain sebagainya. Dan yang kedua adalah hidroponik dengan hanya mempergunakan air yang mengandung nutrien atau pupuk yang bersirkulasi sebagai media, akar tanaman terendam sebagian dalam air tersebut sedalam lebih kurang 3 mm (mirip film), sistem ini disebut dengan NFT ( Nutrien Film Technical).
Elemen dasar yang dibutuhkan tanaman sebenarnya bukanlah tanah, tapi cadangan makanan serta air yang terkandung dalam tanah yang terserap akar dan juga dukungan yang diberikan tanah dan pertumbuhan. Dengan mengetahui ini semua, di mana akar tanaman yang tumbuh di atas tanah menyerap air dan zat-zat vital dari dalam tanah, yang berarti tanpa tanah pun, suatu tanaman dapat tumbuh asalkan diberikan cukup air dan garam-garam zat makanan
Hidroponik sama artinya dengan menyediakan dan mengalirkan larutan mineral sebagai unsur makanan bagi tanaman, dalam mengalirkan unsur makanan tersebut harus diperhayikan kepekatan larutan dan derajat keasamannya. Hidroponik dapat menggunakan media-media tanam selain tanah seperti kerikil, pasir, sabut kelapa, zat silikat, pecahan batu karang atau batu bata, potongan kayu, dan busa. Semua ini dimungkinkan dengan adanya hubungan yang baik antara tanaman dengan tempat pertumbuhannya.
Dalam hidroponik, media tanam bukanlah sesuatu yang sangat penting. Dalam hidroponik, media tanam hanya digunakan sebagai media tumbuh tanaman dan tempat berkembangnya akar tanaman, bukan sebagai sumber nutrisi. Nutrisi dipenuhi dari luar, yaitu dengan menambahi pupuk dari luar. Walaupun demikian media tanam juga memegang peranan dalam budidaya hidroponik. Jika media yang digunakan tidak baik dan tidak cocok, maka tanaman tidak akan tumbuh dengan optimal, yang akhirnya akan mengganggu pertumbuhan dan hasil tanaman. Dengan demikian perlu adanya pengkajian mengenai media tanam yang paling baik untuk budidaya secara hidroponik.
2. Tujuan
Mahasiswa mengetahui dan memahami peran berbagai jenis substrat pada pertumbuhan tanaman dalam hidroponik system substrat.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Dosis pengunaan unsur makro dan unsur mikro masih belum konsisten. Untuk itu penelitian lebih lanjut perlu dilakuan termasuk pemberian K, Mg, dan Ca. Salah satu hal yang perlu diperhatikan bahwa unsur mikro diperlukan dalam jumlah yang sedikit sesuai kebutuhannya. Oleh karena itu penggunaan pupuk perlu mempertimbangkan patokan-patokannya sehingga dapat digunakan oleh tanaman secara efisien. Salah satu sifat umum unsur mikro adalah penyerapannya harus sesuai dengan kebutuhan dan apabila berlebihan dapat merusak perkembangan tanaman (Sutapradja, 1996).
Pengembangan budidaya selada/sayuran secara hidroponik memiliki prospek yang cerah di Indonesia, meskipun pada kenyataannya petani kita masih jarang yang melakukannya. Kebutuhan dalam negeri menuntut untuk dipenuhi bahkan permintaan ekspor pun semakin meningkat. Sayuran ini, terutama selada daun banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Saat ini penggunaan pupuk organik cair dalam budidaya hidroponik juga semakin meningkat. Hal ini karena pupuk organik cair dapat dipakai sebagai pengganti larutan hara dengan harga yang lebih murah (Pujiasmanto, 2001).
Pemberian hara dapat dicapai melalui dua cara: sistem terbuka dan sistem tertutup. Sistem terbuka dapat digunakan dengan media pasir kuarsa dan jauh lebih sederhana. Pasir diairi dua atau tiga kali sehari hingga kelebihan air tepat mulai mengalir dari lubang-lubang pengatusan, dan pupuk majemuk ditambahkan setiap minggu. Sistem terbuka dapat juga dilaksanakan di daerah pasir kuarsa tanpa menggunakan palung atau wadah. Sistem tertutup pada dasarnya adalah sama, kecuali bahwa larutan hara dikumpulkan dalam suatu tempat dan diedarkan kembali. Ini mensyaratkan bahwa konsentrasi berbagai unsur hara tanaman ditambah pada interval yang teratur (biasanya setiap minggu) dan karenanya diperlukan analisis dari larutan yang mengalir keluar, yang umumnya di luar jangkauan petani rata-rata, namun untuk usaha besar-besaran, dianjurkan sistem tertutup (Williams et al., 1993).
Pengembangan budidaya selada/sayuran secara hidroponik memiliki prospek yang cerah di Indonesia, meskipun pada kenyataannya petani kita masih jarang yang melakukannya. Kebutuhan dalam negeri menuntut untuk dipenuhi bahkan permintaan ekspor pun semakin meningkat. Sayuran ini, terutama selada daun banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Saat ini penggunaan pupuk organik cair dalam budidaya hidroponik juga semakin meningkat. Hal ini karena pupuk organik cair dapat dipakai sebagai pengganti larutan hara dengan harga yang lebih murah (Pujiasmanto, 2001).
Pasir sering digunakan sebagai media tanam selain tanah karena sifatnya yang porous dan steril. Campuran media tanam yang menggunakan pasir, maka pasir harus diayak terlebih dahulu sehingga tidak mengandung batu kerikil. Kelebihannya murah dan mudah didapat, sedangkan kekuranganya kemampuan menahan air rendah dan berat (Haryanto et al., 2003).
Abu sekam mempunyai sifat sangat sulit melepas air sehingga daerah perakaran lembab. Dengan keadaan tersebut, untuk waktu yang lama akan menggangu penyerapan air dan unsur hara yang akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak optimal. Dengan demikian akan mengakibatkan berat tajuk yang dihasilkan rendah (Bahar dan Widyastuti, 1994).
C. METODE PRAKTIKUM
1. Waktu Pelaksanaan Praktikum
Pada Praktikum hidroponik system DFT dilaksanakan pada tanggal 17 November 2010 di Rumah Kaca B Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Alat dan Bahan
1. Jenis Substrat : arang sekam, pasir malang, pakis
2. Pot polybag diameter 15 cm.
3. Nutrisi yang di gunakan AB mix
4. Bibit tanaman cabai, tomat, timun
3. Cara Kerja
Tiap kelompok menggunakan 1 jenis substrat dan satu jemis komoditas.
1. Menyiapkan polybag untuk hidroponik
2. Mengisi polybag dengan substrat
3. Penanaman
4. Pemeliharaan tanaman
5. Pengamatan pertumbuhan tanaman.
D. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Pengamatan
Denah lokasi B
Tc Ts1 Tp2 Cs1 Cp1
Cs2 Ts2 Tp2 Cs2 Cp2

Sumber : Laporan Sementara
Ket :
Tc : Terong campur Tp2 : terong pakis 2
C2 : Cabai campur Cs1 : Cabai pakis 1
Ts1 : Terong pasir 1 Cs2 : Cabai pakis 2
Ts2 : Terong pasir 2 Cp1 : Cabai pasir 1
Tp1 : Terong pakis 1 Cp2 : Cabai pasir 2






Tabel 2.2 Hasil Pengamatan Uji Berbagai Substrat
Tanggal Sampel Tinggi (cm) Jumlah Daun Sulaman
29/10. 10 Cabai pasir 1
Cabai pasir 2 16 7
17,8 7
Cabai pakis 1
Cabai Pakis 2 15,7 6
15 7
Terong pasir 1
Terong pasir 2 7 1
3,8 4
Terong pakis 1
Terong pakis 2 4 6
4 4
Terong Campur 5 4
Cabai Campur 16,4 5
3/11. 10 Cabai pasir 1
Cabai pasir 2 16,5 7
10,5 8
Cabai pakis 1
Cabai Pakis 2 Mati - T = 18 D=4
Mati - T = 10,5 D = 3
Terong pasir 1
Terong pasir 2 Mati - T = 14,4 D = 4
5 2
Terong pakis 1
Terong pakis 2 5 2
Mati - T = 18 D = 4
Terong Campur 5,5 3
Cabai Campur Mati - T = 11 D = 3
10/11. 10 Cabai pasir 1
Cabai pasir 2 18 9
23,5 18
Timun pakis 1
Timun pakis 2 13 6
26 6
Terong pakis 1
Terong pakis 2 6 3
31,5 9
Timun pasir 1
Timun pasir 2 32,5 7
8 4
Terong Campur 7,5 4
Timun Campur 18,5 4
10/11. 10 Cabai pasir 1
Cabai pasir 2 32 9
31 19
Timun pakis 1
Timun pakis 2 52 11
44 9
Terong pakis 1
Terong pakis 2 12 4
91 13
Timun pasir 1
Timun pasir 2 89 12
Mati -
Terong Campur 11 3
Timun Campur 34 9
Sumber : Laporan Sementara




2. Pembahasan
Media tanam digunakan sebagai tempat tumbuh berdirinya tanaman. Kebanyakan media tanam yang dibutuhkan tanaman adalah media tanam yang ringan dan porous.. Dari masing-masing jenis media tanam mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Oleh karena itu perlu diketahui media tanam yang paling sesuai untuk pertumbuhan tanaman sehingga memberikan hasil yang optimal.
Sistem hidroponik substrat merupakan metode budidaya tanaman dimana akar tanaman tumbuh pada media porus selain tanah yang dialiri larutan nutrisi sehingga memungkinkan tanaman memperoleh air, nutrisi, dan oksigen secara cukup. Kelebihan hidroponik jenis ini :dapat menyerap dan menghantarkan air , tidak mempengaruhi pH air, tidak berubah warna ,tidak mudah lapuk
Kelembaban sangat dipengaruhi oleh suhu. Kelembaban di sini akan berpengaruh terhadap proses-proses yang berlangsung di dalam pertumbuhan tanaman. Untuk itu, dalam hidroponik substrat harus diketahui apakah kelembaban yang terbentuk telah sesuai dengan syarat tumbuh tanaman, bila belum hendaknya perlu ditambahkan peralatan-peralatan yang mendukung kestabilan kelembaban.
Pada budidaya hidroponik system substrat dengan berbagai perpaduan antara lain pasir, pakis , campuran pakis dan pasir, pasir malang. Sehingga di dapatkan sampel terong campur, cabai campur, terong pasir, terong pakis, cabai pakis, cabai pasir.
Pada pengamatan hari terakhir cabai pasir 1 tingginya 32 dengan jumlah daun 31, cabai pasir tingginya 31 dengan jumlah daun 31, Timun pakis 1 tingginya 52 dengan jumlah daun 11, timun pakis 2 tingginya 12 dengan jumlah daun 91, timun pasir 1 tingginya 89 dengan jumlah daun 12, terong pasir dua mati karena terlambat menyirami, terong campur 1 tingginya 11dengan jumlah daun 5, Terong campur2 tingginya 34 dengan jumlah daun 9.
Untuk yang mati cabai dengan terong diganti dengan tanaman timun, cabai dengan terong mati ada berbagai sebab karena konsentrasi nutrisi yang kurang tepat. Serta substrat tanaman yang tidak cocok untuk perakaran tanaman. Serta keterlambatan dalam penyiraman sehingga tanaman tidak sempat di selamatkan.
Untuk media substat yang baik merupakan media campuran antara pasir dengan pakis hal ini disebakan disisi lain akar dapat mendapat pegangan dari pasir serta pakis sebagai penyedia rongga udara dan penyimpanan air sehingga kebutuhan air terpenuhi dibandingkan dengan media pasir yang air cepat hilang.
Yang sangat perlu diperhatikan dalam hidroponik substrat adalah sistem sirkulasi udara. Hal ini diperlukan perhatian khusus karena pada saat budidaya tanaman berlangsung, akan terjadi peningkatan suhu, sehingga diperlukan pula sistem sirkulasi udara yang sesuai.
E. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
a. Sistem hidroponik substrat merupakan metode budidaya tanaman dimana akar tanaman tumbuh pada media porus selain tanah yang dialiri larutan nutrisi sehingga memungkinkan tanaman memperoleh air, nutrisi, dan oksigen secara cukup.
b. Pada pengamatan hari terakhir cabai pasir 1 tingginya 32 dengan jumlah daun 31, cabai pasir tingginya 31 dengan jumlah daun 31, Timun pakis 1 tingginya 52 dengan jumlah daun 11, timun pakis 2 tingginya 12 dengan jumlah daun 91, timun pasir 1 tingginya 89 dengan jumlah daun 12, terong pasir dua mati karena terlambat menyirami, terong campur 1 tingginya 11dengan jumlah daun 5, Terong campur2 tingginya 34 dengan jumlah daun 9.
c. Untuk yang mati cabai dengan terong diganti dengan tanaman timun, cabai dengan terong mati ada berbagai sebab karena konsentrasi nutrisi yang kurang tepat. Serta substrat tanaman yang tidak cocok untuk perakaran tanaman. Serta keterlambatan dalam penyiraman sehingga tanaman tidak sempat di selamatkan.
d. Untuk media substat yang baik merupakan media campuran antara pasir dengan pakis hal ini disebakan disisi lain akar dapat mendapat pegangan dari pasir serta pakis sebagai penyedia rongga udara dan penyimpanan air sehingga kebutuhan air terpenuhi dibandingkan dengan media pasir yang air cepat hilang.
2. Saran
Semoga Praktikum yang kan datang lebih baik lagi. Subsrat yang digunakan lebih bergam lagi. Seperti batu, pecahan kaca dan lain-lain.




















DAFTAR PUSTAKA

Pujiasmanto, Bambang. 2001. Pengaruh media dan konsentrasi pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman selada (Lactuca sativa L) secara hidroponik in Agrosains Jurnal Penelitian Agronomi Vol 3 No. 2 Juli-Desember :65-70.
Sutapradja, H. Kaitan antara pemberian Cu dan dosis K, Mg, serta Ca terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah in Jurnal Hortikultura Vol 5 No. 5:39-44.
Williams, C. N., J. O. Uzo dan W. T. H. Peregrine. 1993. Produksi Sayuran di Daerah Tropika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Bahar, S. A. dan D. Widyastuti. 1994. Pengaruh Kematangan Sabut Kelapa Sebagai Medium Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Anggrek CV Anand Berthabrata. J. Hort. 4 (1) : 77 – 80.
Haryanto, E., T. Suhartini, E. Rahayu, dan H. Sunarjono. 2003. Sawi dan Selada (Edisi Revisi). Penebar Swadaya. Jakarta.

HIDROPONIK SISTEM DFT

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Bertanam dengan sistem hidroponik, dalam dunia pertanian bukan merupakan hal yang baru. Namun demikian hingga kini masih banyak masyarakat yang belum tahu dengan jelas bagaimana cara melakukan dan apa keuntungannya. Untuk itu dalam tulisan ini akan dipaparkan secara ringkas dan praktis bertanam dengan cara hidroponik. Dalam kajian bahasa, hidroponik berasal dari kata hydro yang berarti air dan ponos yang berarti kerja. Jadi, hidroponik memiliki pengertian secara bebas teknik bercocok tanam dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman, atau dalam pengertian sehari-hari bercocok tanam tanpa tanah. Dari pengertian ini terlihat bahwa munculnya teknik bertanam secara hidroponik diawali oleh semakin tingginya perhatian manusia akan pentingnya kebutuhan pupuk bagi tanaman.
Tekhnik hidroponik DFT merupakan tekhnik hidroponik dengan menggunkan papan sterofoam yang mengapung diatas larutan nutrisi dan larutan tersebut disirkulasikan dengan bantuan aerasi. Pada dasarnya hidroponik system DFT sama dengan rakit apung tetapi pengaplikasiannya berebda. Perbedaannya adalah pada rakit apung larutan nutrisi tidak tersirkulasi dengan baik. Sedangkan DFT tersirkulasi dengan baik karena ada aliran atan flof.
Beberapa tanaman yang sering ditanam secara hidroponik, adalah sayur-sayuran seperti bak choy, brokoli, sawi, kailan, bayam, kangkung, tomat, bawang, bahkan strowbery, dll. Tanaman demikian sering menjadi pilihan utama kaum vegan/vegetarian yang sangat memperhatikan proses suatu tanaman apakah terdapat pembunuhan makhluk hidup, tercampur unsur kimiawi, konservasi lingkungan dan usaha penghijauan.


2. Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tekhnik hidroponik DFT dalam budidaya sayuran.
B. Tinjauan Pustaka
Kecenderungan konsumen dalam memilih hasil produksi tanaman dan makanan di kota-kota besar Indonesia adalah mencari produk dengan nilai tambah terhadap manfaat kesehatan, berpenampilan menarik, dan dengan harga yang rasional. Produk-produk tersebut sebagian besar dapat terpenuhi oleh produk hidroponik. Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang cara memproduksi tanaman makanan dan non-makanan (seperti bunga atau yang dikenal dengan ornamental plants) dengan metode hidroponik, secara sederhana hingga otomatis. Salah satunya dengan hidroponik system DFT (Affan, 2004).
Dalam sejarahnya, penelitian hidroponik dikenal melalui penelitian yang menggunakan hidroponik untuk studi pertumbuhan tanaman, namun penelitian lebih signifikan untuk dikatakan sebagai cikal bakal penelitian hidroponik yang menggunakan larutan nutrisi sebagai komposisi awal dengan berbagai macam komponen elemen mineral di dalam distilled water. Hidroponik atau hydroponics, berasal dari bahasa latin yang terdiri atas kata hydro yang berarti air dan kata ponos yang berarti kerja, sehingga hidroponik dapat diartikan sebagai suatu pengerjaan atau pengelolaan air sebagai media tumbuh tanaman tanpa menggunakan media tanah sebagai media tanam dan mengambil unsur hara mineral yang dibutuhkan dari larutan nutrisi yang dilarutkan dalam air (Anonim, 2008).
Larutan nutrisi sebagai sumber pasokan air dan mineral nutrisi merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan kualitas hasil tanaman hidroponik, sehingga harus tepat dari segi jumlah, komposisi ion nutrisi dan suhu. Unsur hara ini dibagi dua, yaitu unsur makro (C, H, O, N, P, S, K, Ca, dan Mg) dan mikro ( B, Cl, Cu, Fe, Mn, Mo, dan Zn). Pada umumnya kualitas larutan nutrisi ini diketahui dengan mengukur electrical conductivity (EC) larutan tersebut. Semakin tinggi konsentrasi larutan semakin tinggi arus listrik yang dihantarkan (karena pekatnya kandungan garam dan akumulasi ion mempengaruhi kemampuan untuk menghantarkan listrik larutan nutrisi tersebut). Larutan nutrisi dapat dibuat sendiri dengan melarutkan pupuk yang diramu khusus untuk tanaman hidroponik atau membeli pupuk hidroponik secara komersial (Navioside et al., 2002).
Jika kita menanam tanaman di dalam rumah menggunakan tempat plastik atau gelas dengan air sebagai media maka ini dapat dikatakan sebagai pot culture system yang sederhana. Namun, sesuai dengan kebutuhan tanaman agar tumbuh dengan baik maka harus diperhatikan ketentuan-ketentuan dasar seperti aerasi dan larutan nutrisi dalam pot atau tabung dengan media air ini. Untuk aerasi dapat digunakan pompa udara untuk akuarium (kalau ukuran pot atau tabungnya tidak terlalu besar). Selain dua hal tersebut perlu juga diperhatikan suhu larutan nutrisinya, untuk ini dapat digunakan pendingin atau pemanas buatan yang dapat dikendalikan. Pada gambar 1, ditunjukkan pot culture system yang ditumbuhkan dalam ruang tumbuh (growth chamber) dengan penerangan buatan (artificial lighting) dengan suhu ruangan yang terkontrol, kemudian berkurangnya larutan nutrisi oleh transpirasi dan penyerapan oleh tanaman dapat diketahui dari potometer dan suhu daerah perakaran dapat dikontrol menggunakan pengatur suhu dengan pendingin dan pemanas pada bak air (Lingga, 2002).
Tekhnik hidroponik DFT merupakan tekhnik hidroponik dengan menggunkan papan sterofoam yang mengapung diatas larutan nutrisi dan larutan tersebut disirkulasikan dengan bantuan aerasi. Pada dasarnya hidroponik system DFT sama dengan rakit apung tetapi pengaplikasiannya berebda. Perbedaannya adalah pada rakit apung larutan nutrisi tidak tersirkulasi dengan baik. Sedangkan DFT tersirkulasi dengan baik karena ada aliran atan flof (Sumiati,2000).
Frekuensi dan volume siram harus disesuaikan dengan kondisi cuaca, jenis dan umur tanaman, fase pertumbuhan tanaman dan jenis media yang digunakan. Cuaca mendung atau hujan (evaporasi kurang) volume dan frekuensi penyiraman dikurangi karena efek terhadap media menjadi terlalu basah sehingga akar tidak bisa tumbuh dengan baik. kondisi yang diinginkan tanaman adalah berimbang antara air, udara, pupuk dan media tanam. Sebaliknya kalau cuaca panas (evaporasi naik) fertigasi harus lebih sering dan volumenya lebih banyak (Arifin, 2004).

C. Metode praktikum
1. Waktu dan Tempat Praktikum
Pada Praktikum hidroponik system DFT dilaksanakan pada tanggal 17 November 2010 di Rumah Kaca B Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Alat dan Bahan
1. Kolam Nutrisi
2. Nutrisi (AB Mix)
3. Bibit Tanaman kangkung, bayam merah, dan bawang.
3. Cara Kerja
Satu sterofoam untuk 3 kelompok mahasiswa. Tiap kelompok dengan kedalaman nutrisi sama.
a. Menyaiapkan bibit tanaman sayuran
b. Menanam bibit pada lubang tanam
c. Memelihara tanaman.
d. Pengamatan terhadap komponen pertumbuhan










D. Hasil Pengamatan dan pembahasan
1. Hasil Pengamatan
Denah Sampel Tanaman Daun Bawang
O V2 X O O
V1 O X O V4
O O X O O
O O X O O
O O X V3 O
Keterangan = V (Sampel)





Sumber : Laporan Sementara
Tabel 1.6 Hasil Pengamatan DFT
Minggu Ke- No. Sampel Jumlah Daun Tinggi (cm)
1 (13/10. 10) 1 2 3,7
2 2 3,5
3 2 3
4 2 4
2 (20/10. 10) 1 10 9,7
2 11 6,7
3 3 4,5
4 10 12
3 (27/10. 10) 1 16 21
2 20 16
3 8 5
4 18 23
4 (3/11. 10) 1 58 34,5
2 86 34
3 17 13,4
4 44 57
5 (10/11. 10). 1 66 65
2 102 66
3 38 66
4 81 13
Sumber : Laporan Sementara









Tabel 1.7 Hasil Data Rekapan Tinggi Tanaman DFT
MST Tinggi Tanaman
Kangkung Bayam Kailan
1(7) 2(3) 3(6) 4(10) 1(12) 2(1) 3(4) 4(8) 1(9) 2(11) 3(2) 4(5)
0 3,5 5,2 7,03 5,75 6,6 1,3 3,575 2,5 1,33 1,3 6,83 3,5
1 8,2 15,2 4,18 8,38 7,75 4,13 5,55 5,5 1,65 4 10,4 4,47
2 10,25 18,3 16,73 15,48 10,63 13 8,3 8,3 2,13 5,13 11,98 5,33
3 35,97 38,5 42 89,63 20 41,6 13,5 15,75 5,48 6,13 13,9 7,38
4 93,63 63,6 52,7 178,53 38,5 79,5 14,5 24 5,78 6,38 6,87 18,05 12,75
5 - - 68,5 - - 82,5 - - - - - 15,13
∑ 151,55 140,8 191,14 297,57 83,42 222,03 45,42 56,05 16,57 23,27 61,1 48,5
X 30,31 28,16 38,288 35,51 16,64 44,4 9,08 11,21 3,31 4,6 12,2 9,7
X total 156,268 20,34 29,81
Sumber : Data Rekapan

Tabel 1.8 Hasil Data Rekapan Jumlah Daun DFT
MST Tinggi Tanaman
Kangkung Bayam Kailan
1(7) 2(3) 3(6) 4(10) 1(12) 2(1) 3(4) 4(8) 1(9) 2(11) 3(2) 4(5)
0 4 2 2 2 7 5 2 5 7 8 3 9
1 9 7 7 8 9 18 3 11 8 8 5 5
2 16 10 13 82 7 33 9 14 10 10 9 6
3 51 33 23 65 32 83 16 25 13 12 13 7
4 72 60 32 94 59 86 24 31 14 6,87 15 12 8
5 - - 47 - - - 29 - - - - 10
∑ 152 112 124 251 114 225 83 86 52 53 42 40
X 30,4 22,4 24,8 50,2 22,8 45 16,6 17,2 10,4 10,6 8,4 8
X total 127,8 101,6 37,4
Sumber : Data Rekapan

Tabel 1.9 Hasil Data Rekapan Panjang Akar Tanaman DFT
MST Tinggi Tanaman
Kangkung Bayam Kailan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
5 54,98 42,5 45,8 50,63 30 28 31,88 12,88 15,77 15,38 18,52 11,5
∑ 193,91 102,76 61,17
X total 48,47 25,69 15,29
Sumber : Data Rekapan

Tabel 2.1 Hasil Data Rekapan Berat Brangkasan Tanaman DFT
MST Tinggi Tanaman
Kangkung Bayam Kailan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
5 170,23 97,32 59,7 184,07 58,15 271,7 110,64 35,75 9,77 54,32 15,08 4,62
∑ 511,32 476,24 83,79
X total 137,83 119,06 20,94
Sumber : Data Rekapan
Pengukuran pH = 3,3
EC = 2,5

2. Pembahasan
Hidroponik berasal dari kata Yunani yaitu hydro yang berarti air dan ponos yang artinya daya. Jadi hidroponik berarti budidaya tanaman yang mamanfaatkan air dan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam atau soilles. Pemilihan jenis tanaman yang akan dibudidayakan untuk skala usaha komersial harus diperhatikan. Sebagai contoh jenis tanaman yang mempunyai nilai jual diatas rata-rata, yaitu: a. Paprika b. Tomat c. Timun Jepang d. Melon e. Terong Jepang f. Selada. Selain jenis tanaman di atas, banyak lagi yang dapat dibudidayakan dengan teknik hidroponik apabila dilakukan hanya pada kegiatan hobby saja.
Tekhnik hidroponik DFT merupakan tekhnik hidroponik dengan menggunkan papan sterofoam yang mengapung diatas larutan nutrisi dan larutan tersebut disirkulasikan dengan bantuan aerasi. Pada dasarnya hidroponik system DFT sama dengan rakit apung tetapi pengaplikasiannya berebda. Perbedaannya adalah pada rakit apung larutan nutrisi tidak tersirkulasi dengan baik. Sedangkan DFT tersirkulasi dengan baik karena ada aliran atan flof
Bertanam dengan sistem hidroponik, dalam dunia pertanian bukan merupakan hal yang baru. Namun demikian hingga kini masih banyak masyarakat yang belum tahu dengan jelas bagaimana cara melakukan dan apa keuntungannya. Untuk itu dalam tulisan ini akan dipaparkan secara ringkas dan praktis bertanam dengan cara hidroponik. Dalam kajian bahasa, hidroponik berasal dari kata hydro yang berarti air dan ponos yang berarti kerja. Jadi, hidroponik memiliki pengertian secara bebas teknik bercocok tanam dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman, atau dalam pengertian sehari-hari bercocok tanam tanpa tanah. Dari pengertian ini terlihat bahwa munculnya teknik bertanam secara hidroponik diawali oleh semakin tingginya perhatian manusia akan pentingnya kebutuhan pupuk bagi tanaman.
Beberapa tanaman yang sering ditanam secara hidroponik, adalah sayur-sayuran seperti bak choy, brokoli, sawi, kailan, bayam, kangkung, tomat, bawang, bahkan strowbery, dll. Tanaman demikian sering menjadi pilihan utama kaum vegan/vegetarian yang sangat memperhatikan proses suatu tanaman apakah terdapat pembunuhan makhluk hidup, tercampur unsur kimiawi, konservasi lingkungan dan usaha penghijauan. Pada prraktikum kali ini menggunakan tanaman kangkung, untuk taksonominya
Kerajaan: Plantae

Divisi: Magnoliophyta

Kelas: Magnoliopsida

Ordo: Solanales

Famili: Convolvulaceae

Genus: Ipomoea

Spesies: I. aquatica
Pada hasil pengamatan DFT pada minggu pertama di dapatkan data sampel 1 tingginya 3,7 cm dan jumlah daunnya 2, sampel ke 2 tingginya 3,5 cm dan jumlah daunnya 2, sampel 3 tingginya 3 dan jumlah daun 2, sampel 4 tingginya 4 cm dan jumlah daunnya 2. Pada minggu Kedua di dapatkan data sampel 1 tingginya 9,7 cm dan jumlah daunnya 10, sampel ke 2 tingginya 6,7 cm dan jumlah daunnya 11, sampel 3 tingginya 4,5 dan jumlah daun 3, sampel 4 tingginya 12 cm dan jumlah daunnya 10. Pada minggu Ketiga di dapatkan data sampel 1 tingginya 21 cm dan jumlah daunnya 16, sampel ke 2 tingginya 16 cm dan jumlah daunnya 20, sampel 3 tingginya 5 dan jumlah daun 8, sampel 4 tingginya 23 cm dan jumlah daunnya 19. Pada minggu Keempat di dapatkan data sampel 1 tingginya 34,5 cm dan jumlah daunnya 58, sampel ke 2 tingginya 34 cm dan jumlah daunnya 86, sampel 3 tingginya 13,4 dan jumlah daun 17, sampel 4 tingginya 57 cm dan jumlah daunnya 44. Pada minggu Kelima di dapatkan data sampel 1 tingginya 65 cm dan jumlah daunnya 66, sampel ke 2 tingginya 66 cm dan jumlah daunnya 102, sampel 3 tingginya 30,5 dan jumlah daun 38, sampel 4 tingginya 13 cm dan jumlah daunnya 81. Pada pengamatan EC meter didapatkan data pH larutan 3,3 dan Ec 2,5.

E. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
a. Tekhnik hidroponik DFT merupakan tekhnik hidroponik dengan menggunkan papan sterofoam yang mengapung diatas larutan nutrisi dan larutan tersebut disirkulasikan dengan bantuan aerasi.
b. Pada dasarnya hidroponik system DFT sama dengan rakit apung tetapi pengaplikasiannya berebda. Perbedaannya adalah pada rakit apung larutan nutrisi tidak tersirkulasi dengan baik. Sedangkan DFT tersirkulasi dengan baik karena ada aliran atan flof
c. Bahwa tanaman kangkung yang di tanam dengan system DFT pertumbuhannya sangat baik ini dapat dilihat dari pertumbuhan tanaman yang dari minggu ke minggu semakin bertambah.
2. Saran
Semoga Praktikum yang akan dating lebih baiik lagi. Tanamannya lebih komersil lagi.













DAFTAR PUSTAKA

Affan, M. F.F. 2004. High temperature effects on root absorption in hydroponic system DFT. Master thesis. Kochi University, pp 78.
Anonim. 2010. Pupuk Hidroponik "Joro A&B Mix" untuk DFT. http://www.joronet.net /database/pupuk_hidroponik.htm. Diakses tanggal 26 Desember 2008.
Arifin, H. S. 2004. Tanaman Hias Tampil Prima. Penebar Swadaya. Jakarta.
Karsono, S., Sudarmodjo, Y. Sutiyoso. 2004. Hidoponik Skala Rumah Tangga. Agromedia system DFT Pustaka. Jakarta.
Lingga, P. 2002. Hidroponik: Bertanam Tanpa Tanah modifikasi DFT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Navioside, A.,Yogi Sugito, Moch Dewani. 2002. Upaya Peningkatan Hasil dan Kualitas Tanaman Jagung Manis metode DFT (Zea mays Saccharata) Melalui Penggunaan Pupuk Kalium dan Pupuk Organik Cair. J. Agrivita 24 (2).
Sumiati, E. 2000. Konsentrasi dan jumlah aplikasi mepiquat klorida untuk meningkatkan produksi kentang di dataran tinggi dengan system DFT. J. Hort. 9(4):293.

HIDROPONIK SISTEM RAKIT APUNG

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Bayam merah, bawang dan kangkung merupakan sayuran daun hijau yang paling digemari masyarakat Indonesia. Produksi bayam merah, bawang dan kangkung perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen, salah satunya dengan cara hidroponik. Hidroponik adalah budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah sebagai media tumbuhnya. Jenis media tumbuh, volume larutan nutrisi, dan variasi nilai EC (electrical conductivity) merupakan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam hidroponik
System rakit apung merupakan suatu budidaya tanaman (khususnya sayuran) dengan cara menanamkan/menancapkan tanaman pada lubang styrofoam yang mengapung diatas permukaaan larutan nutrisi dalam suatu bak penampung sehingga akar tanaman terendam dalam larutan nutrisi.
Pada sistem ini larutan nutrisi disirkulasikan dengan cara larutan nutrisi dialirkan melalui selang yang disambungkan pada system NFT sehingga sirkulasi udara tetap terjaga dan dapat digunakan lagi dengan cara mengontrol kepekatan larutan dalam jangka waktu tertentu. Hal ini perlu dilakukan karena dalam jangka yang cukup lama akan terjadi pengkristalan dan pengendapan pupuk cair dalam dasar kolam yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.
Pada dasarnya sistem ini mempunyai beberapa karakteristik seperti terisolasinya lingkungan perakaran yang mengakibatkan fluktuasi suhu larutan nutrisi lebih rendah, dapat digunakan untuk daerah yang sumber energi listriknya terbatas karena energi yang dibutuhkan tidak terlalu tergantung pada energi listrik (mungkin hanya untuk mengalirkan larutan nutrisi dan pengadukan larutan nutrisi saja).
2. Tujuan
Mahasiswa dapat menegtahui dan memahami system hidroponik rakit apung dalam budidaya tanaman sayuran.
B. Tinjauan Pustaka
Pengukuran EC (Electrical Conductivity) biasanya dan sejak lama digunakan untuk menjelaskan konsentrasi dari garam yang terlarut. Penjelasan ini penting untuk menentukan takaran pupuk yang mungkin saja mengandung garam yang akan diaplikasikan pada tanaman. Penggunaan rumus EC ini berdasarkan hukum Ohm, yaitu I=E/R dengan satuan mhos atau 1/ohm (Wilde et al., 1979).
Unsur hara yang diserap tanaman dari dalam tanah terdiri dari 13 unsur mineral yang sering disebut unsure hara esensial. Unsur hara ini sangat dibutuhkan tanaman dan fungsinya tidak dapat digantikan oleh unsur lain. Jika jumlahnya kurang mencukupi, terlalu lambat tersedia, tidak diimbangi oleh unsur - unsur lain akan menyebabkan pertumbuhan tanaman yang terganggu (Novizan, 2002).
Pada sistem kultur hidroponik pemberian nutrisi merupakan hal yang utama karena media yang digunakan tidak meyediakan unsur hara. Media hanya berfungsi sebagai sebagai penegak tanaman atau tempat akar mengikat dan mengalirkan larutan nutrisi. Pupuk merupakan sumber nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Nutrisi didefinisikan sebagai bahan yang mensuplai tanaman dalam bentuk energi atau mineral elemen penting (Sumiati,2000).
Formula nutrien mesti dibetulkan dengan kerapnya semasa pertumbuhan tanaman, kefahaman tentang manipulasi dan pengiraan formula sangatlah perlu. Banyak yang menyatakan formulasi optimum untuk tanaman tertentu, tetapi biasanya kenyataan ini tidak disokong oleh bukti yang jelas karena formulasi optimum bergantung kepada banyak faktor yang lain yang tidak dapat dikawal. Formulasi optimum bergantung kepada faktor-faktor seperti berikut : spesies tanaman, bagian tanaaman yang menjadi hasil, panjang penyinaran, cuaca, suhu, penyinaran cahaya matahari (Resh, 1991).
Dalam kaedah hidroponik, keseluruhan keperluan nutrisi tanaman diberikan pada akar tanaman dalam bentuk larutan. Sebenarnya tanaman boleh hidup tanpa tanah. Akar tanamanan mengambil zat makanan atu nutrient yang tersembunyi di dalam tanah. Tanaman bisa hidup tanpa tanah asalkan kebutuhan nutrient yang diperlukan terpenuhi (Anonim, 2010).
C. Metode Praktikum
1. Waktu Pelaksanaan Praktikum
Praktikum hidrponik rakit apung dilaksanakan pada tanggal 10 November 2010 di Rumah kaca B Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Alat dan Bahan
a. Kolam nutrisi
b. Nutrisi (AB Mix)
c. Bibit tanaman kangkung, bayam merah, daun bawang.
3. Cara Kerja
Satu sterofoam untuk 3 kelompok mahasiswa. Tiap kelompok dengan kedalaman nutrisi sama.
a) Menyaiapkan bibit tanaman sayuran
b) Menanam bibit pada lubang tanam
c) Memelihara tanaman.
d) Pengamatan terhadap komponen pertumbuhan.









D. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil Pengamatan
Denah Sampel Tanaman Daun Bawang
O O X O O
O O X V3 O
O V2 X O O
O O X O V4
V1 O X O O
Keterangan = V (Sampel)
B

Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Rakit Apung
Minggu Ke- No. Sampel Jumlah Daun Tinggi (cm)
1 (13/10. 10) 1 - 6
2 - 6,5
3 - 5
4 - 3,5
2 (20/10. 10) 1 - 13,5
2 - 17,5
3 - 8
4 - 15
3 (27/10. 10) 1 1 19,8
2 - Mati
3 - 8,5
4 1 2,4
4 (3/11. 10) 1 2 20,5
2 - -
3 2 10
4 2 24
5 (10/11. 10). 1 3 33
2 Mati Mati
3 Mati Mati
4 Mati Mati
Sumber : Laporan Sementara









Tabel 1.2 Hasil Data Rekapan Tinggi Tanaman Rakit Apung
MST Tinggi Tanaman
Kangkung Bayam Kailan Daun Bawang
(9) 2(12) 3(1) 4(8) 1(11) 2 3 1(6) 2(8) 3 1(3) 2
0 0 7,5 1,7 8,28 5,12 6,42 3,97 2,35 3,2 0 0 0
1 5,58 9,75 4,75 12,2 5,87 11,22 5,2 3,70 3,8 5,92 5,57 5,25
2 8,62 19,75 34,5 11,3 6,66 15,45 4,35 4,65 4,37 5,32 14,2 13,5
3 20,12 52 49 11,45 6,75 20,87 3,37 5,73 5,62 5,55 14,51 17,43
4 53,77 92,5 54,25 13 7 26,87 3
6,49 6,87 6,87 9,1 20,9 18,17
5 135,5 - 61,75 - - - 4,12 6,74 - 7,62 27,43 33
∑ 223,5 181,5 171,65 56,25 31,14 80,85 20,05 24,7 23,9 33,5 32,6 87,35
X 44,7 36,6 11,25 6,28 16,17 4,01 4,94 4,78 6,71 16,52 17,47
X total 31,645 8,82 5,47 16,99
Sumber : Data Rekapan

Tabel 1.3 Hasil Data Rekapan Jumlah Daun Tanaman Rakit Apung
MST Tinggi Tanaman
Kangkung Bayam Kailan Daun Bawang
1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 1 2
0 0 3 0 2 3 5,75 6,75 5,75 8 0 0 0
1 2,75 4,25 5 8,5 9 6,5 5 7,75 9 10 1 0
2 4 5,25 18,75 11,5 15 6,75 7 4,25 10 8 1 0
3 25 10,5 32,67 29 23 5 6 5,5 11 11 1 1
4 79,25 11,25 82,5 38,7 18 7 - 6,1 17 6,87 17 2 2
5 80,25 - - 85,5 - 8,5 - - - - 3 3
∑ 191,25 34,25 173,65 146,05 69 39,5 24,75 29,35 55 52 8 6
X 38,25 6,05 34,73 29,31 13,6 7,9 4,95 5,87 11 10,4 1,6 1,5
X total 27,26 8,81 9,09 1,55
Sumber : Data Rekapan

Tabel 1.4 Hasil Data Rekapan Panjang Akar Tanaman Rakit Apung
MST Tinggi Tanaman
Kangkung Bayam Kailan Daun Bawang
1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 1 2
5 36,77 10,55 34 22,8 15,13 5,37 3,5 2,4 11 6,5 8,8 6,6
∑ 104,12 24,005 19,9 15,4
X total 26,03 8 6,63 1,55
Sumber : Data Rekapan

Tabel 1.5 Hasil Data Rekapan Berat Brangkasan Tanaman Rakit Apung
MST Tinggi Tanaman
Kangkung Bayam Kailan Daun Bawang
1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 1 2
5 348,46 18,11 203.5 84,45 30,3 3,4 13,58 22,4 15,57 13,01 6 6,3
∑ 654,52 47,28 30,98 12,3
X total 163,63 15,76 10,32 6,15
Sumber : Data Rekapan

Pengukuran pH = 4,5
EC = 1,84

2. Pembahasan
Floating hidroponik sistem (FHS) adalah salah satu cara budidaya tanaman dalam hidroponik yang cukup mudah untuk dilakukan, karena tidak memerlukan biaya yang banyak dan tidak perlu ketrampilan yang yang lebih. Dalam FHS tanaman hanya ditanam di atas larutan nutrisi yang tertampung dalam wadah, dan penanamannya menggunakan bantuan styrofoam. Tanaman ditanam pada lubang styrofoam, kemudian styrofoam diapungkan dalam larutan nutrisi. Dalam FHS larutan nutrisi merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan kualitas hasil tanaman sehingga harus tepat dari segi jumlah, komposisi ion nutrisi, dan suhunya. Kualitas larutan nutrisi dapat diketahui dengan mengukur electrical conductivity (EC). Semakin tinggi konsentrasi larutan semakin tinggi arus listrik yang dihantarkan karena pekatnya kandungan garam dan akumulasi ion mempengaruhi kemampuan untuk menghantarkan listrik larutan nutrisi tersebut.
Pada hasil pengamatan minggu pertama sampel 1 tinggi 6, sampel 2 tinggi 6,5, sampel 3 tinggi 5, sampel 4 tinggi 3,5 belum tumbuh daun. Minggu kedua sampel 1 tinggi 13,5, sampel 2 tinggi 17,5, sampel 3 tinggi 8, sampel 4 tinggi 15. Juga belum tumbuh daun. Minggu ketiga sampel 1 tinggi 19,8, sampel 2 tinggi mati, sampel 3 tinggi 8,5, sampel 4 tinggi 24. Sampel 2 mati hal ini dikarenakan akarnya tidak menyentuh nutrisi sehingga tanaman menjadi kering. Tumbuh daun pada sampel 1 dan 4 sebanyak 1. Minggu keempat sampel 1 tinggi 20,5, sampel 2 tinggi mati, sampel 3 tinggi 10, sampel 4 tinggi 24. Jumlah daun pada sampel 1,3, ada 2. Pada sampel 4 kondisi daun busuk karena terjadi konsentrasi larutan menurun. Minggu kelima sampel 1 tinggi 33, sampel 2,3, dan 4 mati karena EC menurun sehingga penyerapan nutrisi kurang sehingga tanaman menjadi busuk. Pada praktikum rakit apung ini menggunakan daun bawang, untuk taksonominya
Kerajaan: Plantae

Divisi: Magnoliophyta

Kelas: Liliopsida

Ordo: Asparagales

Famili: Alliaceae

Upafamili: Allioideae
Bangsa: Allieae
Genus: Allium

Spesies: A. sativum
Hidroponik system FHS mempunyai kekurangan yaitu tidak adanya udara yang tersirkulasi dengan baik sehingga tanaman kekurangan oksigen untuk proses pertumbuhannya. Namun pada praktikum kali ini, oksigen cukup tersedia karena adanya pompa dari sistem NFT yang digabung dengan sistem FHS ini. Dengan pompa tersebut memungkinkan nutrisi dalam wadah/bak FHS juga ikut berputar, dan oksigen menjadi bertambah jumlahnya.
E. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
a. Dalam FHS tanaman hanya ditanam di atas larutan nutrisi yang tertampung dalam wadah, dan penanamannya menggunakan bantuan styrofoam.
b. Dalam FHS larutan nutrisi merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan kualitas hasil tanaman sehingga harus tepat dari segi jumlah, komposisi ion nutrisi, dan suhunya
c. Kualitas larutan nutrisi dapat diketahui dengan mengukur electrical conductivity (EC).
d. Semakin tinggi konsentrasi larutan semakin tinggi arus listrik yang dihantarkan karena pekatnya kandungan garam dan akumulasi ion mempengaruhi kemampuan untuk menghantarkan listrik larutan nutrisi tersebut.
e. Pada hasil pengamatan minggu pertama sampel 1 tinggi 6, sampel 2 tinggi 6,5, sampel 3 tinggi 5, sampel 4 tinggi 3,5 belum tumbuh daun. Minggu kedua sampel 1 tinggi 13,5, sampel 2 tinggi 17,5, sampel 3 tinggi 8, sampel 4 tinggi 15. Juga belum tumbuh daun. Minggu ketiga sampel 1 tinggi 19,8, sampel 2 tinggi mati, sampel 3 tinggi 8,5, sampel 4 tinggi 24.
2. Saran
Semoga Praktikum yang akan datang lebih baik. Sebaiknya mahasiswa prakrikum dari awal sehingga tahu lebih dalam bukan cuma menanam

Produk Hortikultura

Penanganan buah-buahan pada tahap pascapanen juga harus diperhatikan. Secara garis besar, ada dua faktor yang memengaruhi penanganan produk-produk hortikultura pascapanen, yaitu faktor biologis dan faktor lingkungan. Faktor biologis meliputi respirasi, produksi etilen, perubahan komposisi kimia, dan kehilangan air. Adapun faktor lingkungan meliputi suhu, kelembapan, dan komposisi atmosfer. Kedua faktor itu bisa merusak atau menurunkan kualitas produk hortikultura. Hal lain yang harus diperhatikan produsen produk-produk hortikultura ialah cara pengemasan. Sebaiknya dipilih kemasan yang bisa melindungi produk dari kerusakan (Anonim, 2010).
Sortasi dilakukan dengan tujuan memisahkan hasil panen yang baik dan yang jelek. Pengertian baik disini adalah yang tidak mengalami kebusukan atau kerusakan fisik akibat penguapan atau serangan hama dan penyakit. Grading dilakukan berdasrkan saat panen. Baby corn misalya, bernilai ekonomis tinggi bila dipanen mudah. Grading juga bertujuan untuk memisahkan hasil panen berdasarkan ukuran. Bila penilaianya demikian, sayuran berukuran besar harganya lebih mahal. Akan tetapi, pengkelasan juga di sesuaikan dengan kebiasaan pada suatu negara sistem pengkelasan juga di sesuaikan dengan kebiasaan pada suatu. Sistem suatu negara bisa jadi tidak berlaku pada negara lain (Setyowati dan Asiani, 1992).
Sayur yang dipilih adalah jenis jenis produk sesuai dengan standar mutu yang telah disepakati antara packaging dengan para pemasok(divisi produksi, kemitraan, maupun petani itu sendiri) datang langsung untuk mengirim sayuran hasil produksinya untuk disetoran kepada PT.Saung Mirwan. Selain diantar sendiri. Pihak produksi/mitra untuk membantu pengangkutannya dari lahan ke packing. Apabila pihak pemasok datang sendiri, maka wajib bagi mereka untuk menyaksikan kegiatan sortasi agar tidak ada pihak yang dirugikan dan apabila ada kerusakan yang terjadi sehinga dapat dilakukan perbaikan handling sayuran pada saat pasca panen
(Anonim, 2010).
Masing-masing buah,sayur atau bunga memberikan variasi sangat besar besar pada ukuran,bentuk,warna dan bebas dari cacat/kerusakan. Bagiamanapun, konsumen menginginkan keseragaman bukan perbedaan. Untuk membentuk keseragaman dalam kualitas pasar, sebagian besar produk holtikultura dibagi menjadi 3 atau 4 kelas atau grade dalam perdagangan. Sebagai contoh kelas harga peach adalah U.S fancy, U.S nomor 1dan U.S nomor 2. Kelas U.S fancy mengiginkan buah dengan diameter minimal 1,9 inchi dengan warna merah menutupi lebih dari 50% bagian buah dan bebas dari cacat (Edmond et al, 1983).
Di tempat pengumpulan, polong buncis disortasi, yaitu memisahkan polong yang busuk atau kena serangan hama dan penyakit, polong terlalu tua dan polong yang abnormal (bengkok-bengkok). Bersamaan dengan waktu sortasi, dilakukan pula pengkelasan (klasifikasi) polong, terutama untuk sasaran pasar swalayan ataupun tujuan diekspor. Mutu polong buncis untuk sasaran eksport tersebut meliputi kriteria ukuran panjang polong, berwarna hijau segar, bentuk polong lurus, bebas serangan hama dan penyakit atau kotoran lain dan keadaan polong masih muda. Ukuran polong bervariasi tergantung varietasnya. Varietas buncis tipe tegak seperti Cyprus polongnya mencapai 13 – 14 cm. panjang polong buncis tipe merambat dapat mencapai 30 cm (Rukmana, 1994).

Penyakit Pada Tanaman Cabai Merah

Berdasarkan musim, penyakit yang menyerang tanaman cabai terbagi menjadi 2 kelompok: kelompok penyakit yang meneyerang pada musim hujan, dan penyakit yang menyerang pada musim kemarau. Penyakit yang menyerang pada musim penghujan diantaranya adalah : layu fusarium, busuk buah, dll. Sedangkan jenis penyakit yang menyerang tanaman cabai saat musim kemarau diantaranya adalah: antraknosa. Selain itu terdapat penyakit bercak daun yang menyerang tanaman cabai tanpa dipengaruhi musim.
Pada tanaman cabai, penyakit yang meyerang adalah penyakit layu fusarium, busuk buah, dan bercak daun. Hal ini dikarenakan tanaman cabai ditanam pada saat musim penghujan dengan kelembaban dan curah hujan yang tinggi sehuingga mendukung pertumbuhan dan perkembangan penyakit tersebut.
1. Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxyporum)
Penyakit layu fusarium menimbulkan gejala awal berupa infeksi di pangkal leher batang tanaman yang berdekatan dengan tanah. Bagian tersebut membusuk, berwarna coklat, dan terus menjalar ke perakaran.
Gejala serangan ditandai dengan layu tanaman dari kanopi bawah menjalar ke tajuk atas. Ranting muda berubah warna menjadi coklat dan mati. Seluruh tanaman mati dan layudalam waktu 14- 90 hari. Cendawan fusarium berkembang baik pada suhu 24-27 0C, namun cendawan ini mampu bertahan hingga suhu 37 0C.
Pencegahan serangan dapat dilaksanakan dengan menanam cabai dilahan bebas patogen, rotasi tanah perlu diketahui. Sebaiknya menggunakan sawah bekas padi atau palawijo. Secara kimiawi dilakukan penyemprotan fungisida yang berbahan aktif benomil sistemik,seperti benlete. Stuktur tanah harus diperbaiki melalui pengolahan tanah, pupuk organik, dan pembuatan saluran untuk menghindari genangaan.
2. Bercak Daun
Disebabkan oleh Cescospora capsici menyerang tangkai daun, daun, bunga dan batang. Serangan di tangkai buah membuat pertumbuhan dan perkembangan buah terhambat. Daun dan bunga rontok, tahap lebih lanjut calon buah berguguran.
Gejala serangan adanya bercak bulat dengan garis sirkuler. Bagian tengah berwarna abu-abu tua dan coklat tua.
Pengendalian dapat dilakukan dengan melihat sejarah penggunaan lapangan, sanitasi dilakukandengan cermat, membakar sisa tanaman dan gulma. Penanamn cabai sebaiknya dilakukan pada akhir musim hujan dan awal musim kemarau. Pengendalian secara kimiawi menggunakan fungisida derosol 60 wp dan vitigran blue secara bergantian.
3. Busuk Buah ( Phytopthora Sp)
Disebabkan oleh Phytopthora capsici. Gejala pada tanaman tua infeksi di leher batang. Batang berwarna hijau, mengering dan berwarna coklat. Daun terjadi bercak sirkuler berwarna putih atau tidak beraturan. Bercak ini berkembang luas dan mengering seperti kertas, akibatnya seluruh daun memutih dan pada saat itu spora tumbuh subur.
Pengendalian dapat dilakukan dengan menggunakn bibit dan lahan yang bebas patogen. Hindari lahan bekas tanaman cabai atau tanamn sefamili. Cabut dan pisahkan tanaman yang telah terserang lalu dibakar. Fungisida sistemik dan kontaksecara bergantian bisa diaplikasikan untuk mencegah resistensi patogen terhadap fungisida.
Dari tabel intensitas dan perkembangan penyakit dapat dilihat bahwa untuk penyakit layu Fusarium dari minggu 1-5 semakin naik, sedangkan untuk penyakit busuk buah dan bercak daun semakin menurun. Naik turunya intensitas dan perkembangan penyakit ini dipengaruhi oleh adanya perubahan musim. Pada saat musim panas intinsitas dan perkembangan penyakit akan menurun, sebaliknya saat musim hujan intensitas perkembangan penyakit akan naik. Naiknya intensitas ini karena pada saat curah hujan tinggi keadaan menjadi lembab dan itu sangat mendukung untuk pertumbuhan penyakit tersebut.
Adanya tanaman lain yang dibudidayakan disekitar lahan tanaman cabai tidak perpengaruh nyata terhadap penyebaran penyakit pada tanaman cabai karena penyakit yang menyerang berbeda. Selain karena ketiga penyakit yang menyerang banyak tanaman cabai yang mengalami layu dan menguning / lanas yang menurut petani itu dakarenakan perubahan suhu yang sangat cepat,yang biasanya suhu sangat panas tiba tiba terguyur hujan. selain lanas bila hujan terlalu tinggi juga akan mengakibatkan buah menjadi pecah karena terlalu banyak kandungan air.
Banyaknya tanaman cabai yang terserang oleh penyakin memberi dampak buruk bagi para petani cabai. Karena dengan adanya penyakit yang menyerang pertumbuhan tanamn menjadi terhambat, banyak buah yang busuk dan rontok,daun –daun menguning bila diabiarkan akhirnya tanamn bisa layu dan mati. Dengan begitu maka terjadi kemerosotan hasil panen yan dialami oleh petani. Petani yang seharusnya bisa memanen cabai bisa ? kali karena banyak yang rontok dan mati sehingga petani hanya bisa memanen ? kali panen.
Biaya yang semakin banyak juga bisa menjadi dampak atau efek dari serangan penyakit tanamn cabai. Mana mungkin petani akan mendiamkan saja tanamnya habis tarseranga penyakit, pastinya petani juga akan berusaha untuk menanggulangi penyakit tersebut dan itupun pasti akan akan mengeluarkan biaya yang banyak untuk membeli fungisida. Sedangkan kadang biaya pengeluaran untuk menanamdan merawat tanamn cabai tidak seimbang dengan biaya pendapatan darihasil panen sehingga petani mengalami kerugian.
Melihat kerugian yang telah dirasakan petani cabai karena serangan beberapa penyakit . Petani setempat telah mengupayakan bagaimana cara menanggulanginya yaitu dengan menyemprotkan fungisida dan juga mencabut tanaman yang telah terinfeksi pada tanaman yang terserang layu fusarium, untuk tanaman yang terserang bercak daun para petani menanggulanginya dengan pestisida dan dicabut, untuk busuk buah ditanggulangi dengan disemprot pestisida juga.

Hama Pada Tanaman Cabai Merah

Hama utama yang menyerang tanaman cabai merah di lahan Kodokan, Desa Papahan, Karangnyar adalah thrips, lalat buah dan ulat buah. Ketiga hama ini sering menimbulkan permasalahan pada lahan cabai merah milik petani.
1. Thrips (Thrips parvispinus Karny)
Hama thrips daun juga dikenal dengan nama hama putih karena nimfa atau larvanya berwarna keputih-putihan. Tubuh thrips dewasa berukuran sekitar 1 mm, berwarna kuning coklat. Hama ini dapat menghasilkan telur tanpa melalui pembuahan, jumlah telur yang dihasilkan sekitar 10-120 butir, yang diletakkan secara berpencar di bawah daun. Pada daun muda, gejala serangan ditandai dengan adanya noda keperakan yang tidak beraturan. Luka ini terjadi karena dimakan oleh serangga. Noda keperakan lebih lanjut berubah menjadi coklat tembaga dan menyebabkan daun mengeriting ke atas.
Pada musim kemarau populasi serangan hama ini sangat tinggi dan penyebarannya dibantu oleh tiupan angin, karena serangga dewasa tidak dapat terbang.Pengendalian dilakukan secara kimia dengan menyemprotkan insektisida ataupun secara biologi dengan menempatkan musuh alaminya, yakni kumbang Coccinellidae, tungau predator, dan kepik Anthocoridae.
2. Lalat buah (Bactrocera dorcalis Hendel.)
Lalat buah termasuk serangga polifag atau mempunyai banyak inang. Serangga ini menyerang buah cabai ditandai dengan adanya titik hitam pada pangkal buah. Buah cabai membusuk dan akhirnya rontok. Serangga betina dewasa meletakkan telurnya dengan jalan menusukkan ovipositornya ke dalam buah. Larva lalat buah memiliki kemampuan melentingkan badannya sehingga mampu meloncat ke mana-mana. Pada siang hari, kadang-kadang larva tersebut terlihat di daun dan bunga cabai. Larva ini kemudiaan keluar dari buah dan membentuk puva didalam tanah.
Pada saat pengamatan dilakukan pada 10 tanman sampel, ditemukan beberapa hama lalat buah yang sedang hinggap pada buah cabai merah. Hinggapnya lalat buah pada buah cabai merah merupakan saat lalat buah tersebut meletakkan telur ke dalam bagian buah cabai merah tersebut. Sehingga, telur lalat buah tersebut nantinya akan menetas didalam buah cabai yang akan menyebabkan buah busuk karena adanya larva lalat buah yaitu ulat buah pada buah cabai. Sehingga buah cabai tersebut tidak dapat dipanen.
3. Ulat buah (Helicoverpa armigera Hubner.)
Ulat buah pada cabai merah merupakan larva dari lalat buah. Ulat ini menyerang buah cabai sejak cabai masih hijau. Buah yang terserang ulat buah ini, pada permukaan buah terlihat adanya lubang. Jika buah cabai dibelah, ulatnya akan terlihat, ulat buah ini berwarna putih dan dapat melentingkan tubuhnya. Ulat hidup dalam buah, membuat buah menjadi busuk dan akhirnya rontok.
Dari pengamatan di lapang diketahui bahwa intensitas kerusakan yang disebabkan oleh hama setiap minggunya menurun, hal inni disebabkan tanaman cabbai merah sudah tidak produksif lagi dan banyak yang mati. Sehingga hama tidak tertarik lagi untuk menyerang tanaman cabai merah tersebut. Tindakan penanganan yang telah dilakukan oleh petani adalah dengan cara kimiawi menggunakan pestisida. Penanganan hama ini dilakukan petani saat tanaman memperliahtkan gejala tanaman yang terkena serangan hama, sehingga tidak ada tindakan preventif atau pencegahan terhadap serangan hama tanaman ini oleh petani.

KONDISI LINGKUNGAN YG MEMPENGARUHI OPERKEMBANGAN HAMA?????

Cara pengendalian hama yang telah dilakukan oleh petani cabai merah adalah secara kimiawi dengan menggunakan pestisida. Pestisida merupakan senjata yang paling ampuh bagi petani cabai merah untuk melindungi tanaman dari serangan hama sehingga kemerosotan hasil dapat dikurangi. Pestisida yang digunakan adalah pestisida Curacron dan juga menggunakan perangsang lalat buah jantan yaitu Methyl eugenol.
Menurut konsep pengendalian hama terpadu, pestisida merupakan salah satu komponen pengendali. Prinsip penggunaannya harus kompatibel dengan komponen pengendali yang lain, efisien, tidak meninggaklkan residu dalam jangka waktu yang lama, serta aman bagi lingkungan.
Hama merupakan salah satu masalah penting yang diperhatikan dalam usaha produksi tanaman secara umum karena hama mampu menurunkan produksi secara signifikan baik kualitatif maupun kuantitatif. Demikian juga halnya pada tanaman cabai yang sebagaian besar produknya dikonsumsi dalam keadaan segar, namun petani masih mengandalkan insektisida kimia sintetis untuk mengendalikan hama. Penggunaan insektisida kimia sintetis oleh petani merupakan masalah yang sangat perlu dipertimbangkan terutama dampak residu terhadap lingkungan, kesehatan manusia dan terhadap mahluk hidup lainnya serta satwa-satwa liar. Oleh karena itu, harus dicari cara alternatif yang lebih aman dalam pengendalian hama antara lain dengan mengusahakan budidaya pertanian organik yang pada prinsipnya meminimalkan input produksi seperti pupuk dan pestisida dari senyawa kimia sintetis.
Waktu tanam yang tepat merupakan salah satu strategi dalam pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Penyakit umumnya lebih banyak menyerang tanaman pada musim hujan, termasuk penyakit pascapanen. Oleh karena itu, cabai ditanam pada musim kemarau, yaitu pada bulan Juli, dan dipanen pada bulan September. Hama utama pada cabai adalah wereng (Empoasca sp.), Thrips sp., kutu daun (Aphis sp., Myzus persicae), lalat putih (Bemisia tabacci), dan lalat buah (Dacus dorsalis). Belalang, ulat (Spodoptera litura), dan kepik perisai (Nezara viridula) hanya menimbulkan kerusakan ringan. Thrips dan kutu mengisap cairan daun sehingga daun menjadi kuning, menggulung atau keriting, dan kering. Kerusakan tanaman yang ditimbulkan rendah, sehingga tidak menimbulkan kerugian hasil.
Makin tua umur tanaman cabai, tajuk makin merapat. Kondisi ini sesuai bagi hama untuk berkembang biak karena terhindar dari panas matahari langsung, kelembapan tinggi, suhu tidak terlalu panas, dan makanan tersedia. Oleh karena itu, hama yang menyerang tanaman cabai juga makin beragam. Makin banyak populasi dan jenis hama, musuh alaminya pun makin beragam. Musuh alami berperan dalam menekan populasi hama. Makin banyak jumlah musuh alami, makin efektif mengendalikan hama.
Musuh alami dapat berupa predator dan parasitoid. Predator yang ditemukan pada pertanaman cabai di lahan Kodokan milik petani antara lain adalah imago (serangga dewasa) Coccinela dan larvanya (merupakan predator yang ganas), arachnida (laba-laba), dan semut. Parasitoid yang ditemukan termasuk dalam ordo Hymenoptera (tabuhan). Parasitoid ini berwarna oranye kemerahan, ukuran tubuh kecil, aktif bergerak, dan mempunyai alat untuk meletakkan telur yang cukup panjang sehingga cepat mematikan hama. Coccinela merupakan pemangsa kutu-kutuan. Arachnida merupakan predator segala jenis hama yang berukuran kecil.
Dinamika populasi hama pada pertanaman cabai merah cukup stabil, tidak terjadi lonjakan populasi yang mencolok. Keterpaduan praktek budi daya tanaman sehat dan PHT berdasarkan ekologi mampu menjaga kunci utama PHT yaitu monitoring populasi hama dan intensitas kelestarian musuh alami hama. serangan penyakit secara rutin sebagai dasar keputusan perlu/tidaknya penggunaan pestisida sebagai alternatif terakhir dalam pengendalian OPT. Berdasarkan hasil monitoring rutin OPT, ternyata penerapan berbagai teknik pengendalian dan budi daya tanaman sehat mampu menekan serangan hama dan penyakit. Meskipun hal ini belum diterapkan oleh petani cabai merah di daerah Kodokan, Papahan, Karanganyar.
Pengendalian hama Trhips dan lalat buah pada tanaman cabai yang sudah dilakukan oleh petani cabai merah ini adalah dengan mkenyemprotkan insektisida secara langsung saat petani meliahat adanya gejala pada tanaman cabai merah, apabila tidak ditemukan gejala kerusakan pada tanaman cabai maka tidak dilakukan penyemprotan.
Tanaman cabai di lahan Kodokan, juga ditemukan serangan hama patek (cendawan antreknusa). Kendati areal yang diserang masih kecil, namun hujan yang turun terus disertai angin dan udara yang sangat lembab, hal ini mempercepat penyebaran dan perkembangan hama tersebut.
Pengamatan pada beberapa tanaman cabai menunjukkan, serangan hama yang paling parah terjadi yang disebabkan oleh hama Trhips saat musim kemarau sedangkan saat musim penghujan hama yang lebih dominan adalah lalat buah dengan larvanya yaitu ulat buah yang menyerang buah cabai merah.
Tanaman cabai yang diserang oleh Trhips ditandai dengan daun yang keriting, pucat, layu dan akhirnya mati. Cara menyerang hama ini adalah dengan menghisap cairan yang ada pada daun. Pengendalian yang telah dilakukan petani untuk mengurangi intensitas kerusakan yang disebabkan oleh hama Trhips adalah dengan sanitasi kebun yaitu membersihkan rumput dan gulma, dan dengan penyemprotan pestisisda. Hama ini umumnya menyebar lewat angin dan iklim yang kelembabannya tinggi, serta melalui manusia. Orang yang masuk ke areal yang sudah diserang dan masuk lagi ke areal yang bersih, maka bisa dipastikan areal bersih itu juga akan terkena serangan hama Trhips.
Hama lalat buah menyerang buah cabai baik yang masih muda maupun yang sudah tua. Serangan hama ini menyebabkan pertumbuahn buah cabai terganggu dan gugur sebelum masak. Serangan pada buah masak menyebabkan buah tidak berwarna merah, tetapi menjadi kehitam-hitaman dan mengeras. Serangan hama lalat buah dapat menurunkan hasil panen cabai merah. Lalat bhuah muncul saat musim penghujan, yang penyebarannya terjadi melalui lalat dewasa yang meletakkan telurnya dalam buah, selanjutnya telur-telur tersebut akan menetas menjadi larva. Larva inilah yang merusak daging buah cabai dan menyebabkan buah membusuk tanpa ada bagian yang dapat dimanfaatkan.

Budidaya Tanaman Cabai Merah

a. Sejarah Pertanaman/Lahan
Lahan yang digunakan untuk budidaya tanaman cabai merah di lahan Kodokan, daerah Papahan merupakan lahan yang dua musim tanam sebelumnya ditanami tanaman padi.
b. Persiapan lahan
Luas lahan 2500 m2
Kondisi tanah : tanah liat berlempung, sehingga dilakukan pengapuran dengan menggunakan dolomit.
Penanaman : pada bulan ke-8 (Agustus)
Jarak tanam :
– antar tanaman : 70 x 70 cm
– lebar bedengan : 120 cm
– jarak bedengan : 75 – 80 cm
– tinggi bedengan : menyesuaikan
Sistem penanaman : monokultur
c. Penyiapan Benih dan Pembibitan
Bersamaan dengan terbentuknya bedengan kasar, dilakukan penyiapan benih dan pembibitan di pesemaian. Benih diperoleh di toko daerah Palur, benih cabai disemaikan terlebih dahulu dalam polybag kecil. Populasi bibit yang diambil dari pesemaian 6000 tanaman. Benih disemaikan pada akhir bulan ke-7, dan siap ditanam pada awal bulan ke-8.

d. Pemasangan Mulsa Plastik Hitam Perak (MPHP) dan Pemupukan
Sebelum MPHP dipasang untuk menutupi permukaan bedengan, terlebih dahulu dilakukan pemupukan pupuk buatan dan pupuk kandang secara total sekaligus. Jenis pupuk awal yang digunakanm oleh petani cabai merah adalah: ZA, KCl, TSP, Phoska dan Pupuk kandang. Campuran pupuk bauatan dan pupuk kandang ini disebar merata sambil diaduk dan dibalikkan dengan tanah bedengan. Kemudian bedengan dirapikan, dan setelah itu disiram air secukupnya agar pupuk dapat larut ke lapisan tanah.
Pemasangan MPHP memperhatikan cuaca, yakni pada saat terik matahari antara pukul 14.00 – 16.00 agar plastic tersebut memanjang dan menutup tanah serapat mungkin. Bedengan yang telah tertutup MPHP dibiarkan dulu selama kurang lebih 5 hari agar pupuk larut dalam tanah dan tidak membahayakan (toksis) bibit cabai yang ditanam.
e. Penanaman Bibit Cabai
Waktu tanam cabai merah adalah pagi hari, dan bibit cabai telah berumur 17 – 23 hari atau berdaun 2 – 4 helai. Sehari sebelum tanam, bedengan yang telah ditutup MPHP harus dibuatkan lubang tanam dahulu. Jarak tanam yang digunakan adalah 70 x 70 cm.
Cara penanaman cabai merah adalah sebagai berikut: mula-mula sebagian tanah pada lubang tanam diangkat kira-kira seukuran media polybag; kemudian bibit dimasukkan sambil diurug tanah hingga dekat pangkal batangnya cukup padat. Selesai tanam, segera disiram sampai tanahnya cukup basah.
f. Pemeliharaan Tanaman
Kegiatan pokok dalam budidaya tanaman cabai merah adalah pemasangan ajir, penyiraman (pengairan), perempelan tunas atau bunga pertama, pemupukan tanmbahan (susulan), perempelan daun bawah di bawah cabang, pengendalian hama dan penyakit.
 Pemasangan ajir dilakukan sedini mungkin pada saat tanaman belum berumur 1 bulan setelah pindah tanam. Hal ini untuk mencegah terjadinya kerusakan akar tanaman cabai sewaktu memasang ajir. Ajir berfungsi untuk menopang pertumbuhan tanaman agar kuat dan kokoh.
 Pada fase awal pertumbuhan penyiraman dilakukan secara rutin setiap hari, terutama saat musim kemarau. Setelah tanaman tumbuh kuat dan perakarannya dalam, pengairan berikutnya dilakukan dengan cara pengairan secara langsung diantara bedengan.
 Perempelan
Cabai merah umumnya bertunas banyak yang tumbuh dari ketiak-ketiak daun. Tunas ini tidak produktif dan akan mengganggu pertumbuhan secara optimal. Oleh karena itu, perlu perempelan (pembuangan) tunas samping. Perempelan ini dilakukan pada tanaman cabai merah berumur 7-20 hari. Semua tunas samping dibuang agar tanaman tumbuh kuat dan kokoh. Saat terbentuk cabang, maka perempelan tunas dihentikan. Saat tanaman mengeluarkan bunga pertama pada percabangan pertama, maka bunga ini juga dirempel. Tujuannya adalah untuk merangsang pertumbuhan tunas-tunas dan percabangan di atasnya yang lebih banyak dan produktif menghasilkan buah yang lebat.
 Pemupukan lanjutan : Pupuk cair (N,P,K) + pupuk hijau+ KNO3
Sekalipun pemupukan telah dilakukan pada saat pemasangan MPHP, namun untuk menyuburkan tanah dapat diberi pupuk tambahan (susulan).
KNO3: awal  merah
Jika sudah tumbuh buah  putih
 Pengendalian hama, penyakit dan gulma
Salah satu factor penghambat peningkatan produksi cabai merah adalah adanya serangan hama dan penyakit yang fatal serta adanay gulma. Pengendalian gulma yang telah dilakukan oleh petani cabai merah adalah secara kimia menggunakan herbisida kontak dan sistemik. Herbisida kontak yang digunakan adalah Gramaxone dan herbisida sistemik adalah Roundup.
g. Panen
Umur tanaman 85 – 95 hari sudah dilakukan pemanenan buah cabai merah yang pertama..Saat pelaksanaan pengamatan pada tanaman cabai merah, merupakan panen yang ke-2. Pada saat panen, pemanenan dilakukan tiga kali sehari. Interval pemanenan 3 hari sekali, pemanenan dilakukan ketika siang hari atau embun sudah hilang. Cabai yang siap dipanen adalah cabai yang telah berwarna merah.

Tentang Cabai

Cabai merupakan tanaman tahunan yang tegak dengan batang berkayu, banyak cabang, serta ukuran yang mencapai tinggi 120 cm dan lebar tajuk tanaman hingga 90 cm. Umumnya, daun cabai berwarna hijau muda sampai hijau gelap, tergantung varietasnya. Daun cabai ditopang oleh tangkai daun mempunyai tulang menyirip. Daun cabai berbentuk bulat telur, lonjong, atau pun oval dengan ujung yang meruncing, tergantung spesies dan varietasnya (Agromedia, 2008).
Cabai merah (Capsicum annum L.) di Indonesia merupakan komoditas
sayuran yang penting dilihat dari kebutuhan maupun jumlahnya. Salah satu hama
penting tanaman cabai adalah Thrips tabaci L. menyerang daun dan buah, selain
itu juga sebagai vektor penyakit virus yang dapat menyebabkan daun kriting dan
tanaman cabai kerdil, pada tingkat serangan yang berat dapat menyebabkan kehilangan hasil yang mencapai 30–40%. Pengendalian hama cabai di Indonesia masih mengandalkan insektisida sintetik, penggunaan insektisida yang kurang bijaksana akan dapat menimbulkan dampak negatif seperti terjadinya resurgensi hama, resistensi hama, matinya musuh alami, polusi lingkungan, dan merugikan kesehatan manusia (Mujiono, 2008).
Secara umum cabai merah dapat di tanam di lahan basah (sawah) dan lahan kering (tegalan) dan dapat dibudidayakan di saat musim hujan dan kering. Cabai merah dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang mempunyai ketinggian sampai 900 m dari permukaan laut, tanah kaya akan bahan organik dengan pH 6 - 7, tektur tanah remah (Anonim, 2008a).
Penanaman famili Solanaceae secara umum sangat dibatasi tumbuh dan produksinya oleh berbagai macam hama dan penyakit. Terutama di Indonesia yang memiliki iklim ideal bagi beragam hama dan penyakit tanaman serta sistem cocok-tanamnya di lahan terbuka. Beragam hama dan penyakit itulah yang menyebabkan tingginya proses produksi ( pengendalian hama penyakit ) dan bahkan produksi bisa menurun (Firdaus, 2008).
Tahap awal budidaya cabai adalah membuat persemaian guna menyiapkan bibit tanaman yang sehat, kuat dan seragam sebagai bahan tanam di lapangan. Media semai yang dipergunakan hendaknya mempunyai struktur yang remah, tidak menahan air dan cukup nutrisi. Bahan yang dapat digunakan adalah campuran kompos, tanah, dan pasir dengan perbandingan 1 : 1 : 1 (Satriana, 2008).
Pada praktek budidaya tanaman cabai, tahap persemaian dilakukan dengan tujuan untuk mempersiapkan bibit tanaman cabai yang sehat, kuat, dan seragam sebagai bahan tanam yang akan dipindah ke lapang. Tanaman cabai yang benihnya disemai dahulu dalam bangunan persemaian, akan mempunyai daya hidup yang lebih besar, perawatan lebih mudah, dan resiko kematian yang lebih kecil apabila dibandingkan dengan benih yang ditanam langsung di lapang. Selain itu lingkungan tumbuh dalam bangunan persemaian yang lebih terkontrol dapat mendukung perkecambahan dan pertumbuhan bibit tanaman yang lebih baik (Susila, 2008).
Keberhasilan usaha produksi cabai merah sangat ditentukan oleh teknis budidaya di lapangan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dengan baik dalam pelaksanaan budidaya tanaman cabai merah, adalah sebagai berikut: Pemakaian cabai merah yang unggul yang tidak terkontaminasi virus, ketersediaan air yang cukup sepanjang periode tanam, pola tanam yang baik dan sesuai dengn iklim, pengolahan tanah yang disesuaikan dengan kemiringan dan arah lereng, pemberantasan hama dan penyakit tanaman cabai dilaksanakan secara teratur sesuai dengan kondisi serangan hama dan penyakit, cara panen serta penanganan pasca panen cabai merah yang baik dan benar (Anonim, 2008b).
Curah hujan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan produksi buah cabai. Rata-rata semua varietas cabai tidak tahan dengan curah hujan yang tinggi. Curah hujan yang ideal untuk bertanam cabai adalah 1.000 mm/tahun. Curah hujan yang rendah menyebabkan tanaman kekeringan dan membutuhkan air untuk penyiraman. Sebaliknya, curah hujan yang tinggi bisa merusak tanaman cabai serta membuat lahan penanaman becek dan kelembapannya tinggi. Pemilihan musim tanam yang tepat bisa menghindarkan kerusakan tanaman karena curah hujan yang tinggi (Setiadi, 1993).
Hama yang sering menyerang tanaman cabai adalah : Ulat tanah atau Agrotis ipsilon, thrips, ulat grayak atau Spodoptera litura, lalat buah atau Dacus verugenius , aphids hijau /kutu daun, tungau / mite, nematode puru akar. Dengan gejala serangan sebagai berikut:
• Ulat tanah dengan nama latin Agrotis ipsilon, biasa menyerang tanaman cabai yang baru pindah tanam, yaitu dengan cara memotong batang utama tanaman hingga roboh bahkan bisa sampai putus.
• Ulat grayak pada tanaman cabai biasa menyerang daun, buah dan tanaman yang masih kecil.
• Lalat buah gejala awalnya adalah buah berlubang kecil, kulit buah menguning dan kalau dibelah biji cabe berwarna coklat kehitaman dan pada akhirnya buah rontok.
• Hama Tungau atau mite menyerang tanaman cabai hingga daun berwarna kemerahan, menggulung ke atas, menebal akhirnya rontok. Tanaman yang terserang hama thrips, bunga akan mengering dan rontok. Sedangkan apabila menyerang bagian daun pada daun terdapat bercak keperakan dan menggulung. Jika daun terserang aphids, daun akan menggulung kedalam, keriting, menguning dan rontok.
• Nematoda merupakan organisme pengganggu tanaman yang menyerang daerah perakaran tanaman cabai. Jika tanaman terserang maka transportasi bahan makanan terhambat dan pertumbuhan tanaman terganggu. Selain itu kerusakan akibat nematode dapat memudahkan bakteri masuk dan mengakibatkan layu bakteri
(Anonim, 2008b).
Hama trips biasa terjadi saat musim kemarau, di mana hama tersebut menyerang bagian daun sehingga mengeriting dan berwarna kuning. Pengaruhnya terjadi atas produktivitas tanaman cabai, sehingga produksinya menurun mencapai 70 persen ( Plantus, 2007).
Guna mengatasi masalah hama lalat buah pada tanaman cabai organik maupun non organik perlu tersedia sarana pengendalian yang ramah lingkungan dan efektif, antara lain penggunaan attraktant nabati metil eugenol yang dihasilkan oleh tanaman selasih Ocimum sanctum. Attractant ini dapat mengacaukan perilaku kawin lalat buah dan merupakan suatu alternatif yang perlu dikaji efektivitasnya di lapangan. (Pasaribu, et al, 2007).
Djamin (1985) menyatakan bahwa pemakaian insektisida yang terus menerus akan mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan, manusia, hewan ternak maupun musuh alami hama dan serangga yang berguna lainnya. Disamping itu dapat juga menimbulkan resistensi hama serangga, resurgensi hama, eksplosi hama kedua sehingga kerusakan terhadap tanaman akan semakin meningkat.
Penggunaan pupuk kandang yang telah matang juga dapat mencegah penularan hama dan penyakit yang terbawa tanah (soil borne diseases). Dengan menggunakan pupuk kandang yang telah matang, tanaman cabai dapat terhindar dari serangan penyakit busuk leher batang dan layu fusarium, serta hama uret yang biasa terbawa pupuk kandang yang belum matang. Diduga telur dan larva mati pada saat pematangan pupuk kandang (Martini dan Hendrata, 2008).
PHT secara konsep adalah suatu cara pendekatan atau cara berfikir tentang pengen¬dalian hama dan penyakit tumbuhan yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan.Sasaran PHT adalah : 1) produktivitas pertanian yang mantap dan tinggi, 2) penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat, 3) populasi hama dan patogen tumbuhan dan kerusakan tanaman karena serangannya tetap berada pa¬da aras yang secara ekonomis tidak merugikan, dan 4) pengurangan risiko pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida. Dalam PHT, penggunaan pestisida masih diperbolehkan, tetapi aplikasinya menjadi alternatif terakhir bila cara-cara pengendalian lainnya tidak mampu mengatasi wabah hama atau penyakit. Pestisida yang dipilihpun harus yang efektif dan telah diizinkan (Abad, 2005).
PHT seharusnya dapat diterapkan dalam luasan tertentu. Namun dalam implementasinya masih terkendala oleh faktor teknis, ekonomis, dan sosiologis. Secara teknis ambang kendali suatu hama masih sulit untuk diterapkan, baik yang didasarkan pada populasi hama maupun kerusakan tanaman (Setiawati, 2006).
Semakin tua umur tanaman cabai, tajuk makin merapat. Kondisi ini sesuai bagi hama untuk berkembang biak karena terhindar dari panas matahari langsung, kelembapan tinggi, suhu tidak terlalu panas, dan makanan tersedia. Oleh karena itu, hama yang menyerang tanaman cabai juga makin beragam. Pada umur 2-6 mst hanya ditemukan dua jenis hama, 8 mst tiga jenis hama, 10 mst tujuh jenis hama, dan pada umur 12-15 mst terdapat sembilan jenis hama (Martini dan Hendrata, 2008).

Budidaya Tanaman Tomat

1. Sejarah Pertanaman/Lahan
Lokasi penanaman untuk pembudidayakan tomat berada diantara pertanaman kacang panjang dan cabai serta padi. Dari hasil wawancara dengan petani pemilik lahan, awalnya di tanam padi selama dua musim tanam. Untuk selanjutnya tanaman dirotasi dengan menanam tomat. Setelah tanaman tomat dipanen kemudian akan digunakan untuk tanaman padi.
2. Persiapan Lahan
Dalam budidaya tomat lahan harus diolah terlebih dahulu. Pengolahan lahan diperlukan karena tanah yang telah digunakan untuk bercocok tanam, kandungan unsur haranya telah berkurang diserap oleh tanaman sebelumnya sehingga perlu pengolahan tanah dengan cara membaliknya. Kandungan unsur hara yang tersedia dalam tanah dapat tercampur dengan baik dan kemudian penyiapan benih atau pembibitan akan segera dilakukan. Sebaiknya pembibitan dilakukan setelah pengolahan lahan agar penyiapan lahan tidak terburu-buru sehingga pengolahannya dapat dilakukan secara optimal dan bibit tidak terlalu tua.
Lahan tanam yang akan digunakan sebagai tempat budidaya sebaiknya dibersihkan terlebih dahulu. Gulma yang terdapat di lahan tempat budidaya dicabut sampai bersih agar tidak mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hal ini karena gulma yang terdapat di lahan dapat merugikan tanaman yang dibudidayakan. Unsur hara yang seharusnya dapat diserap oleh tanaman secara maksimal jadi tidak dapat diserap seluruhnya karena sebagian diserap oleh gulma. Dengan adanya hal ini maka terjadi kompetisi antara tanaman dengan gulam untuk memperebutkan unsur hara. Selain itu, gulma dan akar dari tanaman yang lama dapat menjadi sumber hama dan penyakit. tentunya ini dapat merugikan bagi budidaya tanaman.
Luas lahan yang digunakan dalam budidaya tomat berukuran 2.200m2. Lahan pada awal pengolahan dilakukan pemupukan berupa pupuk kandang dengan dosis 10 ton/ha. Hal ini dimaksudkan guna meningkatkan hara serta memperbaiki struktur tanahnya, sehingga tanah tersebut menjadi gembur, remah, serta mempunyai drainase dan airase yang baik. Dengan ini pertumbuhan tanaman yang akan ditanam dapat tumbuh secara optimal.
Sebelum memindahkan bibit tomat ke lahan, membuat bedengan dengan ukuran lebar ± 110 cm dengan ketinggian bedengan menyesuaikan dan jarak antar bedengan 75-80 cm. Panjang bedengan disesuaikan dengan kondisi lahan. Jarak tanam yang digunakan pada budidaya tomat adalah 25 x 70 cm.
3. Pemasangan Mulsa Plastik Hitam Perak (MPHP)
Bedengan yang sudah selesai dibuat, selanjutnya ditutup dengan MPHP sampai bedengan tersebut tertutup seluruhnya. Pemasangan MPHP ini dimaksudkan untuk membatasi pertumbuhan gulma yanag dapat tumbuh disekitar tanaman tomat, sehingga kompetisi dapat dikurangi. Selain itu untuk menjaga kelembaban tanah agar tidak cepat mengalami kekeringan.
Adapun keuntungan bercocok tanam menggunakan sistem MPHP, antara lain :
• Warna hitam dari mulsa menimbulkan kesan gelap sehingga dapat menekan rumput-rumput liar atau gulma.
• Warna perak dari mulsa dapat memantulkan sinar matahari ; sehingga dapat mengurangi hama aphis, trips dan tungau, serta secara tidak langsung menekan serangan penyakit virus.
• Menjaga tanah tetap gembur, suhu dan kelembaban tanah relatif tetap (stabil).
• Mencegah tercucinya pupuk oleh air hujan, dan penguapan unsur hara oleh sinar matahari.
• Buah tomat yang berada di atas permukaan tanah terhindar dari percikan air tanah sehingga dapat mengurangi resiko berjangkitnya penyakit busuk buah.
• Kesuburan tanah karena pemupukan dapat merata, sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman budidaya relatif seragam (homogen).
• Praktis untuk melakukan sterilisasi tanah dengan menggunakan gas fumigan seperti Basamid-G, karena fungsi MPHP mempercepat proses pembentukan gas zat fumigan tanpa harus membeli plastik khusus.
• Secara ekonomis penggunaan MPHP dapat mengurangi pekerjaan penyiangan dan penggemburan tanah, sehingga biaya pengadaan MPHP dapat dialokasikan dari biaya pemeliharaan tanaman tersebut.
• Pada musim kering (kemarau), MPHP dapat menekan penguapan air dari dalam tanah, sehingga tidak terlalu sering untuk melakukan penyiraman (pengairan).
MPHP yang sudah dipasang, kemudian dilakukan pelubangan MPHP dengan menggunakan kaleng yang dipanaskan. Jarak antar lubang disesuaikan dengan jarak tanam. Karena fungsi lubang tersebut untuk meletakkan bibit yang akan dipindahtanamkan. Pemakaian mulsa tersebut dapat dipakai untuk penanaman yang akan datang apabila mulsa masih bagus, biasanya dipakai dua kali pemakaian.
4. Penyiapan Benih dan Pembibitan
Pada penyiapan benih, tahap pertama yang dilakukan yaitu mengecambahkan terlabih dahulu benih yang akan digunakan. Setelah benih berkecambah, baru dilakukan penyemaian. Penyemaian dilakukan ketika benih sudah berkecambah pada umur sekitar 1 minggu setelah tebar. Benih yang disemai dipilih yang bagus dan seragam pertumbuhannya. Kemudian diletakkan pada polybag kecil ukuran 8 x 10 cm. Penyemaian dilakukan di halaman rumah, hal ini dimaksudkan agar pertumbuhan bibit dapat lebih mudah dikontrol, baik itu terkait penyinaran, penyiraman, serta pemupukan.
Perawatan yang dilakukan selama penyemaian antara lain pencabutan gulma yang tumbuh di sekitar tanaman, karena pada masa ini merupakan periode kritis tanaman terhadap gulma. Selain pencabutan gulma, dibutuhkan pula penyiraman yang teratur. Penyiraman tanaman dilakukan sebanyak dua kali sehari.
5. Penanaman
Penanaman dilakukan ketika bibit tomat sudah berumur 17-23 hari atau berdaun 2-4 helai. Waktu penanaman yang paling baik adalah pagi atau sore hari dimana kelembaban lingkungan relatif tinggi, sehingga penguapan udaranya relatif rendah, sehingga tanaman yang baru pindah ke lahan tidak cepat layu. Selain itu tanaman yang baru dipindah ke lahan dapat beradaptasi.
Jarak tanam yang digunakan adalah 25 x 70 cm. Pembuatan lubang tanam menggunakan tugal yang terbuat dari kayu yang ujungnya runcing. Tanah yang terlihat dari lubang MPHP ditugal, kemudian bibit dimasukkan pada lubang yang ditugal tersebut. Setelah itu dilakukan penyiraman secukupnya sampai tanahnya cukup basah.
6. Pemeliharaan Tanaman
Kegiatan pokok pemeliharaan tanaman meliputi pemasangan ajir (turus), penyiraman (pengairan), pemupukan tambahan (susulan/lanjutan), pengendalian hama, penyakit, dan gulma.
 Pemasangan ajir (turus)
Tomat umumnya berbuah lebat, sehingga untuk menopang pertumbuhan tanaman agar kuat dan kokoh perlu dipasang ajir (turus) yang terbuat dari bambu dengan panjang ± 125 cm, lebar ± 4 cm dan tebalnya ± 2 cm. Ajir ditancapkan di dalam lubang mulsa pada bedengan yang menjadi tempat tumbuh tanaman tomat. Pemasangan ajir ini dilakukan pada saat tanaman berumur 4 MST, karena pada umur ini tanaman tomat sudah memiliki tinggi yang memungkinkan terjadinya roboh tanaman, sehingga tanaman tersebut dapat ditopang oleh ajir.
 Pengairan (Penyiraman)
Pengairan dilakukan sebatas kondisional, yaitu ketika kondisi tanahnya mulai kering, atau ketika daun tanaman tomat mulai terluhat layu, sehingga tanaman tomat dapat tetap bertahan. Pengairan dengan mengambil air dari sumur bor menggunakan diesel. Pengairan dilakukan sampai lahan yang digunakan tergenang air, sehingga kelembaban tanahnya dapat terjaga dalam waktu yang lebih lama dibandingkan hanya disemprotkan saja. Pengairan yang wajib dilakukan yaitu ketika pemupukan pupuk kimia (NPK), hal ini karena pupuk NPK bersifat panas, sehingga bila tidak diairi, maka tanaman akan terbakar, dan dapat mati.
 Pemupukan Tambahan (susulan)
Pemupukan tambahan diberikan ketika tanaman berumur 13 HST, dengan menggunakan pupuk NPK. Dosis yang diberikan yaitu 10 kw/ha dengan cara menaburkan disekitar tanaman pada lubang MPHP. Pemupukan tambahan ini dimaksudkan untuk menambah hara yang berkurang akibat digunakan tanaman pada proses pertumbuhan dan perkembangan pada fase vegetatif. Sehingga hara yang diberikan dapat mendukung tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangan generatifnya.
D. Gulma Tanaman Tomat
Gulma adalah tumbuhan tingkat tinggi yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian karena menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh tanaman yang dibudidayakan.
Gulma mengakibatkan kerugian-kerugian pada tanaman utama, antara lain:
1) Kompetisi antara tanaman utama sehingga mengurangi kemampuan berproduksi.
2) Allelopathy yaitu pengeluaran senyawa kimiawi oleh gulma yang beracun bagi tanaman yang lainnya, sehingga merusak pertumbuhannya.
3) Sebagai vektor hama dan penyakit tanaman.
4) Memperbesar biaya usaha pertanian, seperti biaya tambahan untuk pengendaliannya.
Gulma dan pertanaman mengadakan persaingan memperebutkan hara, air dan cahaya. Besar kecilnya persaingan gulma terhadap tanaman pokok akan berpengaruh terhadap baik buruknya pertumbuhan tanaman pokok dan pada gilirannya akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya hasil tanaman pokok. Tinggi rendahnya hasil tanaman pokok, jika dilihat dari segi gulmanya sangat ditentukan oleh kerapatan gulma, macam gulma, saat kemunculan gulma, kecepatan tumbuh gulma, lama keberadaan gulma, habitus gulma, dan ada tidaknya allelopati.
Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan beberapa cara. Secara preventif, misalnya dengan pembersihan bibit-bibit pertanaman dari kontaminasi biji-biji gulma, pencegahan pengangkutan jarak jauh jerami dan rumput-rumputan makanan ternak, pemberantasan gulma di sisi-sisi sungai dan saluran-saluran pengairan, pencegahan pengangkutan tanaman berikut tanahnya dan sebagainya.
Secara fisik, misal dengan pengolahan tanah, pembabatan, penggenangan, pembakaran dan pemakaian mulsa. Dengan sistem budidaya, misal dengan pergiliran tanaman, budidaya pertanaman dan penaungan dengan tumbuhan penutup (cover crops). Pengendalian secara biologis, yaitu dengan menggunakan organisme lain yang bersifat antagonis. Secara kimiawi, yaitu dengan menggunakan herbisida atau senyawa kimia yang dapat digunakan untuk mematikan atau menekan pertumbuhan gulma baik secara selektif maupun non selektif, kontak atau sistemik, digunakan saat pratanam, pratumbuh atau pasca tumbuh. Secara terpadu, yaitu dengan menggunakan beberapa cara secara bersamaan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya.
Gulma diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok yaitu teki-tekian, rumput-rumputan, dan gulma daun lebar. Ketiga kelompok gulma memiliki karakteristik tersendiri yang memerlukan strategi khusus untuk mengendalikannya.
a. Gulma teki-tekian
Kelompok teki-tekian dalam pengendaliannya sulit dilakukan baik secara mekanik ataupun dengan kimia karena memiliki umbi batang di dalam tanah yang mampu bertahan berbulan-bulan, sehingga jenis pestisida yang baik untuk gulma ini adalah sistemik. Jenis pestisida sistemik ini dapat meresap sampai ke umbinya. Selain itu, gulma ini menjalankan jalur fotosintesis C4 yang menjadikannya sangat efisien dalam 'menguasai' areal pertanian secara cepat. Contoh: teki ladang (Cyperus rotundus), dan udelan (Cyperus kyllinga). Ciri dari gulma teki adalah batang berbentuk segi tiga, bulat, dan tidak berongga, memiliki daun yang berurutan sepanjang batang dalam tiga baris, tidak memiliki lidah daun dan titik tumbuh tersembunyi.
Pada lahan pertanaman tomat ditemukan gulma teki-tekian yaitu teki ladang (Cyperus rotundus). Dengan populasi yang belum mengahambat pertumbuhan dan perkembangan tomat sehingga pengendalian gulma pada lahan tersebut hanya dikendalikan dengan cara mekanik yaitu dengan mencabut gulma tanpa memberikan perlakuan herbisida.
Klasifikasi Rumput Teki (Cyperus rotundus)
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub-kelas : Commelinidae
Ordo : Cyperales
Familia : Cyperaceae
Genus : Cyperus
Spesies : Cyperus rotundus L.
Akar teki atau Rumput palsu (batang segitiga) hidup sepanjang tahun dengan ketinggian mencapai 10 sampai 75 cm. Biasanya tanaman liar ini tumbuh di kebun, di ladang dan di tempat lain sampai pada ketinggian 1000m dari permukaan laut. Tanaman ini mudah dikenali karena bunga-bunganya berwarna hijau kecoklatan, terletak di ujung tangkai dengan tiga tunas helm benang sari berwarna kuning jernih, membentuk bunga-bunga berbulir, mengelompok menjadi satu berupa payung. Ciri khasnya terletak pada buah-buahnya yang berbentuk kerucut besar pada pangkalnya, kadang-kadang melekuk berwarna coklat, dengan panjang 1,5 - 4,5 cm dengan diameter 5 - 10 mm.
Daunnya berbentuk pita, berwarna mengkilat dan terdiri dari 4-10 helai, terdapat pada pangkal batang membentuk rozel akar, dengan pelepah daun tertutup tanah. Pada rimpangnya yang sudah tua terdapat banyak tunas yang menjadi umbi berwarna coklat atau hitam. Rasanya sepat kepahit-pahitan dan baunya wangi. Umbi-umbi ini biasanya mengumpul berupa rumpun.
b. Gulma rumput-rumputan
Gulma dalam kelompok ini berdaun sempit seperti teki-tekian tetapi menghasilkan stolon, alih-alih umbi. Stolon ini di dalam tanah membentuk jaringan rumit yang sulit diatasi secara mekanik.
Gulma rumput-rumputan ini dikendalikan dengan cara mekanik yaitu dengan mencabut. Pada lahan pengamatan pengendalian dilakukan pada dua minggu pertama ketika tanaman tomat masih kecil dimana tanaman masih kalah dalam persainagan perebutan hara, air dan cahaya. setelah tanaman tomat tumbuh besar pengendalian gulma sudah tidak dilakukan karena tanaman tomat sudah mampu berkompetisi dengan gulma yang ada.


Rumput
Rumput (bahasa Inggris: grass) adalah tumbuhan pendek yang sering ada di halaman, pinggir jalan atau lapangan. Rumput dianggap sebagai gulma pengganggu tanaman bila berada di sekitar tanaman yang sengaja ditanam, tapi merupakan aset utama lapangan sepak bola.
Klasifikasi rumput-rumputan
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub-kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Familia : Poaceae (suku rumput-rumputan)
Genus : Eleusine
Spesies : Eleusine indica (L.) Gaertn
(Anonim, 2009e).
c. Gulma daun lebar
Gulma berdaun lebar ini merupakan gulma yang berasal dari ordo Dicotyledoneae. Gulma ini berada pada lubang mulsa yang menjadi tempat tumbuh tanaman tomat dan gulma ini biasanya munculpada akhir masa budidaya. Kompetisi yang terjadi dengan munculnya gulma berdaun lebar ini adalah kompetisi dalam memperebutkan unsur hara dan air. Akan tetapi, kemunculan gulma ini tidak memperngaruhi dari perkembangan tanaman karena telah melalui periode kritis. Ciri-ciri gulma berdaun lebar di antaranya adalah daun muncul pada meristem apikal, terdapat stomata pada daun terutama pada permukaan bawah, terdapat tunas-tunas pada nodusa, serta terdapat titik tumbuh pada cabang. Contoh gulma ini antara lain ceplukan (Physalis angulata L.), wedusan (Ageratum conyzoides L.), sembung rambut (Mikania michranta), namun gulma berdaun lebar yang dijumpai di lahan adalah krokot (Portulaca oleracea) yang termasuk masuk kedalam genus dari suku portulacaceae.
Berdasarkan hasil pengamatan populasi gulma yang tumbuh pada sampel, presentase tertingi terdapat pada minggu ke lima. Hal ini karena sudah tidak dilakukan pengendalian gulma. Pengendalian gulma lebih difokuskan pada umur 2 MST. Secara keseluruhan pengendalian gulma dilakukan dengan cara mekanis yaitu dengan cara dicangkul dan dicabut disekeliling tanaman pada lubang mulsa.



Budidaya Tanaman Tomat

1. Sejarah Pertanaman/Lahan
Lokasi penanaman untuk pembudidayakan tomat berada diantara pertanaman kacang panjang dan cabai serta padi. Dari hasil wawancara dengan petani pemilik lahan, awalnya di tanam padi selama dua musim tanam. Untuk selanjutnya tanaman dirotasi dengan menanam tomat. Setelah tanaman tomat dipanen kemudian akan digunakan untuk tanaman padi.
2. Persiapan Lahan
Dalam budidaya tomat lahan harus diolah terlebih dahulu. Pengolahan lahan diperlukan karena tanah yang telah digunakan untuk bercocok tanam, kandungan unsur haranya telah berkurang diserap oleh tanaman sebelumnya sehingga perlu pengolahan tanah dengan cara membaliknya. Kandungan unsur hara yang tersedia dalam tanah dapat tercampur dengan baik dan kemudian penyiapan benih atau pembibitan akan segera dilakukan. Sebaiknya pembibitan dilakukan setelah pengolahan lahan agar penyiapan lahan tidak terburu-buru sehingga pengolahannya dapat dilakukan secara optimal dan bibit tidak terlalu tua.
Lahan tanam yang akan digunakan sebagai tempat budidaya sebaiknya dibersihkan terlebih dahulu. Gulma yang terdapat di lahan tempat budidaya dicabut sampai bersih agar tidak mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hal ini karena gulma yang terdapat di lahan dapat merugikan tanaman yang dibudidayakan. Unsur hara yang seharusnya dapat diserap oleh tanaman secara maksimal jadi tidak dapat diserap seluruhnya karena sebagian diserap oleh gulma. Dengan adanya hal ini maka terjadi kompetisi antara tanaman dengan gulam untuk memperebutkan unsur hara. Selain itu, gulma dan akar dari tanaman yang lama dapat menjadi sumber hama dan penyakit. tentunya ini dapat merugikan bagi budidaya tanaman.
Luas lahan yang digunakan dalam budidaya tomat berukuran 2.200m2. Lahan pada awal pengolahan dilakukan pemupukan berupa pupuk kandang dengan dosis 10 ton/ha. Hal ini dimaksudkan guna meningkatkan hara serta memperbaiki struktur tanahnya, sehingga tanah tersebut menjadi gembur, remah, serta mempunyai drainase dan airase yang baik. Dengan ini pertumbuhan tanaman yang akan ditanam dapat tumbuh secara optimal.
Sebelum memindahkan bibit tomat ke lahan, membuat bedengan dengan ukuran lebar ± 110 cm dengan ketinggian bedengan menyesuaikan dan jarak antar bedengan 75-80 cm. Panjang bedengan disesuaikan dengan kondisi lahan. Jarak tanam yang digunakan pada budidaya tomat adalah 25 x 70 cm.
3. Pemasangan Mulsa Plastik Hitam Perak (MPHP)
Bedengan yang sudah selesai dibuat, selanjutnya ditutup dengan MPHP sampai bedengan tersebut tertutup seluruhnya. Pemasangan MPHP ini dimaksudkan untuk membatasi pertumbuhan gulma yanag dapat tumbuh disekitar tanaman tomat, sehingga kompetisi dapat dikurangi. Selain itu untuk menjaga kelembaban tanah agar tidak cepat mengalami kekeringan.
Adapun keuntungan bercocok tanam menggunakan sistem MPHP, antara lain :
• Warna hitam dari mulsa menimbulkan kesan gelap sehingga dapat menekan rumput-rumput liar atau gulma.
• Warna perak dari mulsa dapat memantulkan sinar matahari ; sehingga dapat mengurangi hama aphis, trips dan tungau, serta secara tidak langsung menekan serangan penyakit virus.
• Menjaga tanah tetap gembur, suhu dan kelembaban tanah relatif tetap (stabil).
• Mencegah tercucinya pupuk oleh air hujan, dan penguapan unsur hara oleh sinar matahari.
• Buah tomat yang berada di atas permukaan tanah terhindar dari percikan air tanah sehingga dapat mengurangi resiko berjangkitnya penyakit busuk buah.
• Kesuburan tanah karena pemupukan dapat merata, sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman budidaya relatif seragam (homogen).
• Praktis untuk melakukan sterilisasi tanah dengan menggunakan gas fumigan seperti Basamid-G, karena fungsi MPHP mempercepat proses pembentukan gas zat fumigan tanpa harus membeli plastik khusus.
• Secara ekonomis penggunaan MPHP dapat mengurangi pekerjaan penyiangan dan penggemburan tanah, sehingga biaya pengadaan MPHP dapat dialokasikan dari biaya pemeliharaan tanaman tersebut.
• Pada musim kering (kemarau), MPHP dapat menekan penguapan air dari dalam tanah, sehingga tidak terlalu sering untuk melakukan penyiraman (pengairan).
MPHP yang sudah dipasang, kemudian dilakukan pelubangan MPHP dengan menggunakan kaleng yang dipanaskan. Jarak antar lubang disesuaikan dengan jarak tanam. Karena fungsi lubang tersebut untuk meletakkan bibit yang akan dipindahtanamkan. Pemakaian mulsa tersebut dapat dipakai untuk penanaman yang akan datang apabila mulsa masih bagus, biasanya dipakai dua kali pemakaian.
4. Penyiapan Benih dan Pembibitan
Pada penyiapan benih, tahap pertama yang dilakukan yaitu mengecambahkan terlabih dahulu benih yang akan digunakan. Setelah benih berkecambah, baru dilakukan penyemaian. Penyemaian dilakukan ketika benih sudah berkecambah pada umur sekitar 1 minggu setelah tebar. Benih yang disemai dipilih yang bagus dan seragam pertumbuhannya. Kemudian diletakkan pada polybag kecil ukuran 8 x 10 cm. Penyemaian dilakukan di halaman rumah, hal ini dimaksudkan agar pertumbuhan bibit dapat lebih mudah dikontrol, baik itu terkait penyinaran, penyiraman, serta pemupukan.
Perawatan yang dilakukan selama penyemaian antara lain pencabutan gulma yang tumbuh di sekitar tanaman, karena pada masa ini merupakan periode kritis tanaman terhadap gulma. Selain pencabutan gulma, dibutuhkan pula penyiraman yang teratur. Penyiraman tanaman dilakukan sebanyak dua kali sehari.
5. Penanaman
Penanaman dilakukan ketika bibit tomat sudah berumur 17-23 hari atau berdaun 2-4 helai. Waktu penanaman yang paling baik adalah pagi atau sore hari dimana kelembaban lingkungan relatif tinggi, sehingga penguapan udaranya relatif rendah, sehingga tanaman yang baru pindah ke lahan tidak cepat layu. Selain itu tanaman yang baru dipindah ke lahan dapat beradaptasi.
Jarak tanam yang digunakan adalah 25 x 70 cm. Pembuatan lubang tanam menggunakan tugal yang terbuat dari kayu yang ujungnya runcing. Tanah yang terlihat dari lubang MPHP ditugal, kemudian bibit dimasukkan pada lubang yang ditugal tersebut. Setelah itu dilakukan penyiraman secukupnya sampai tanahnya cukup basah.
6. Pemeliharaan Tanaman
Kegiatan pokok pemeliharaan tanaman meliputi pemasangan ajir (turus), penyiraman (pengairan), pemupukan tambahan (susulan/lanjutan), pengendalian hama, penyakit, dan gulma.
 Pemasangan ajir (turus)
Tomat umumnya berbuah lebat, sehingga untuk menopang pertumbuhan tanaman agar kuat dan kokoh perlu dipasang ajir (turus) yang terbuat dari bambu dengan panjang ± 125 cm, lebar ± 4 cm dan tebalnya ± 2 cm. Ajir ditancapkan di dalam lubang mulsa pada bedengan yang menjadi tempat tumbuh tanaman tomat. Pemasangan ajir ini dilakukan pada saat tanaman berumur 4 MST, karena pada umur ini tanaman tomat sudah memiliki tinggi yang memungkinkan terjadinya roboh tanaman, sehingga tanaman tersebut dapat ditopang oleh ajir.
 Pengairan (Penyiraman)
Pengairan dilakukan sebatas kondisional, yaitu ketika kondisi tanahnya mulai kering, atau ketika daun tanaman tomat mulai terluhat layu, sehingga tanaman tomat dapat tetap bertahan. Pengairan dengan mengambil air dari sumur bor menggunakan diesel. Pengairan dilakukan sampai lahan yang digunakan tergenang air, sehingga kelembaban tanahnya dapat terjaga dalam waktu yang lebih lama dibandingkan hanya disemprotkan saja. Pengairan yang wajib dilakukan yaitu ketika pemupukan pupuk kimia (NPK), hal ini karena pupuk NPK bersifat panas, sehingga bila tidak diairi, maka tanaman akan terbakar, dan dapat mati.
 Pemupukan Tambahan (susulan)
Pemupukan tambahan diberikan ketika tanaman berumur 13 HST, dengan menggunakan pupuk NPK. Dosis yang diberikan yaitu 10 kw/ha dengan cara menaburkan disekitar tanaman pada lubang MPHP. Pemupukan tambahan ini dimaksudkan untuk menambah hara yang berkurang akibat digunakan tanaman pada proses pertumbuhan dan perkembangan pada fase vegetatif. Sehingga hara yang diberikan dapat mendukung tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangan generatifnya.
D. Gulma Tanaman Tomat
Gulma adalah tumbuhan tingkat tinggi yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian karena menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh tanaman yang dibudidayakan.
Gulma mengakibatkan kerugian-kerugian pada tanaman utama, antara lain:
1) Kompetisi antara tanaman utama sehingga mengurangi kemampuan berproduksi.
2) Allelopathy yaitu pengeluaran senyawa kimiawi oleh gulma yang beracun bagi tanaman yang lainnya, sehingga merusak pertumbuhannya.
3) Sebagai vektor hama dan penyakit tanaman.
4) Memperbesar biaya usaha pertanian, seperti biaya tambahan untuk pengendaliannya.
Gulma dan pertanaman mengadakan persaingan memperebutkan hara, air dan cahaya. Besar kecilnya persaingan gulma terhadap tanaman pokok akan berpengaruh terhadap baik buruknya pertumbuhan tanaman pokok dan pada gilirannya akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya hasil tanaman pokok. Tinggi rendahnya hasil tanaman pokok, jika dilihat dari segi gulmanya sangat ditentukan oleh kerapatan gulma, macam gulma, saat kemunculan gulma, kecepatan tumbuh gulma, lama keberadaan gulma, habitus gulma, dan ada tidaknya allelopati.
Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan beberapa cara. Secara preventif, misalnya dengan pembersihan bibit-bibit pertanaman dari kontaminasi biji-biji gulma, pencegahan pengangkutan jarak jauh jerami dan rumput-rumputan makanan ternak, pemberantasan gulma di sisi-sisi sungai dan saluran-saluran pengairan, pencegahan pengangkutan tanaman berikut tanahnya dan sebagainya.
Secara fisik, misal dengan pengolahan tanah, pembabatan, penggenangan, pembakaran dan pemakaian mulsa. Dengan sistem budidaya, misal dengan pergiliran tanaman, budidaya pertanaman dan penaungan dengan tumbuhan penutup (cover crops). Pengendalian secara biologis, yaitu dengan menggunakan organisme lain yang bersifat antagonis. Secara kimiawi, yaitu dengan menggunakan herbisida atau senyawa kimia yang dapat digunakan untuk mematikan atau menekan pertumbuhan gulma baik secara selektif maupun non selektif, kontak atau sistemik, digunakan saat pratanam, pratumbuh atau pasca tumbuh. Secara terpadu, yaitu dengan menggunakan beberapa cara secara bersamaan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya.
Gulma diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok yaitu teki-tekian, rumput-rumputan, dan gulma daun lebar. Ketiga kelompok gulma memiliki karakteristik tersendiri yang memerlukan strategi khusus untuk mengendalikannya.
a. Gulma teki-tekian
Kelompok teki-tekian dalam pengendaliannya sulit dilakukan baik secara mekanik ataupun dengan kimia karena memiliki umbi batang di dalam tanah yang mampu bertahan berbulan-bulan, sehingga jenis pestisida yang baik untuk gulma ini adalah sistemik. Jenis pestisida sistemik ini dapat meresap sampai ke umbinya. Selain itu, gulma ini menjalankan jalur fotosintesis C4 yang menjadikannya sangat efisien dalam 'menguasai' areal pertanian secara cepat. Contoh: teki ladang (Cyperus rotundus), dan udelan (Cyperus kyllinga). Ciri dari gulma teki adalah batang berbentuk segi tiga, bulat, dan tidak berongga, memiliki daun yang berurutan sepanjang batang dalam tiga baris, tidak memiliki lidah daun dan titik tumbuh tersembunyi.
Pada lahan pertanaman tomat ditemukan gulma teki-tekian yaitu teki ladang (Cyperus rotundus). Dengan populasi yang belum mengahambat pertumbuhan dan perkembangan tomat sehingga pengendalian gulma pada lahan tersebut hanya dikendalikan dengan cara mekanik yaitu dengan mencabut gulma tanpa memberikan perlakuan herbisida.
Klasifikasi Rumput Teki (Cyperus rotundus)
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub-kelas : Commelinidae
Ordo : Cyperales
Familia : Cyperaceae
Genus : Cyperus
Spesies : Cyperus rotundus L.
Akar teki atau Rumput palsu (batang segitiga) hidup sepanjang tahun dengan ketinggian mencapai 10 sampai 75 cm. Biasanya tanaman liar ini tumbuh di kebun, di ladang dan di tempat lain sampai pada ketinggian 1000m dari permukaan laut. Tanaman ini mudah dikenali karena bunga-bunganya berwarna hijau kecoklatan, terletak di ujung tangkai dengan tiga tunas helm benang sari berwarna kuning jernih, membentuk bunga-bunga berbulir, mengelompok menjadi satu berupa payung. Ciri khasnya terletak pada buah-buahnya yang berbentuk kerucut besar pada pangkalnya, kadang-kadang melekuk berwarna coklat, dengan panjang 1,5 - 4,5 cm dengan diameter 5 - 10 mm.
Daunnya berbentuk pita, berwarna mengkilat dan terdiri dari 4-10 helai, terdapat pada pangkal batang membentuk rozel akar, dengan pelepah daun tertutup tanah. Pada rimpangnya yang sudah tua terdapat banyak tunas yang menjadi umbi berwarna coklat atau hitam. Rasanya sepat kepahit-pahitan dan baunya wangi. Umbi-umbi ini biasanya mengumpul berupa rumpun.
b. Gulma rumput-rumputan
Gulma dalam kelompok ini berdaun sempit seperti teki-tekian tetapi menghasilkan stolon, alih-alih umbi. Stolon ini di dalam tanah membentuk jaringan rumit yang sulit diatasi secara mekanik.
Gulma rumput-rumputan ini dikendalikan dengan cara mekanik yaitu dengan mencabut. Pada lahan pengamatan pengendalian dilakukan pada dua minggu pertama ketika tanaman tomat masih kecil dimana tanaman masih kalah dalam persainagan perebutan hara, air dan cahaya. setelah tanaman tomat tumbuh besar pengendalian gulma sudah tidak dilakukan karena tanaman tomat sudah mampu berkompetisi dengan gulma yang ada.


Rumput
Rumput (bahasa Inggris: grass) adalah tumbuhan pendek yang sering ada di halaman, pinggir jalan atau lapangan. Rumput dianggap sebagai gulma pengganggu tanaman bila berada di sekitar tanaman yang sengaja ditanam, tapi merupakan aset utama lapangan sepak bola.
Klasifikasi rumput-rumputan
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub-kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Familia : Poaceae (suku rumput-rumputan)
Genus : Eleusine
Spesies : Eleusine indica (L.) Gaertn
(Anonim, 2009e).
c. Gulma daun lebar
Gulma berdaun lebar ini merupakan gulma yang berasal dari ordo Dicotyledoneae. Gulma ini berada pada lubang mulsa yang menjadi tempat tumbuh tanaman tomat dan gulma ini biasanya munculpada akhir masa budidaya. Kompetisi yang terjadi dengan munculnya gulma berdaun lebar ini adalah kompetisi dalam memperebutkan unsur hara dan air. Akan tetapi, kemunculan gulma ini tidak memperngaruhi dari perkembangan tanaman karena telah melalui periode kritis. Ciri-ciri gulma berdaun lebar di antaranya adalah daun muncul pada meristem apikal, terdapat stomata pada daun terutama pada permukaan bawah, terdapat tunas-tunas pada nodusa, serta terdapat titik tumbuh pada cabang. Contoh gulma ini antara lain ceplukan (Physalis angulata L.), wedusan (Ageratum conyzoides L.), sembung rambut (Mikania michranta), namun gulma berdaun lebar yang dijumpai di lahan adalah krokot (Portulaca oleracea) yang termasuk masuk kedalam genus dari suku portulacaceae.
Berdasarkan hasil pengamatan populasi gulma yang tumbuh pada sampel, presentase tertingi terdapat pada minggu ke lima. Hal ini karena sudah tidak dilakukan pengendalian gulma. Pengendalian gulma lebih difokuskan pada umur 2 MST. Secara keseluruhan pengendalian gulma dilakukan dengan cara mekanis yaitu dengan cara dicangkul dan dicabut disekeliling tanaman pada lubang mulsa.